Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengklaim Omnibus Law UU Cipta Kerja memberi keleluasaan dan fleksibilitas bagi pengusaha maskapai untuk menjalankan bisnis angkutan penerbangan di daerah.
Pasalnya, aturan kepemilikan minimal lima pesawat angkutan niaga berjadwal dalam Pasal 118 dalam UU nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan dihapus dalam UU Ciptaker.
"Nanti ditetapkan pemerintah sesuai klasifikasi tertentu karena tujuannya adalah membuat suatu aturan yang lebih adaptif terhadap situasi dan lokasi yang menurut pemerintah dibutuhkan untuk dapat melakukan kegiatan penerbangan di daerah-daerah tertentu seperti di wilayah Timur Indonesia," ucapnya dalam Webinar Golden Anniversary INACA, Kamis (15/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, menurut Denon, jumlah badan usaha yang bergerak di bidang penerbangan dalam negeri juga bisa bertambah dan tetap mengacu pada standar layanan dan tingkat keamanan yang ketat.
Meski dipermudah, hal ini berbeda dengan kondisi tahun 2000-an awal, di mana pengusaha dapat menjalankan operasi penerbangan tanpa memiliki pesawat.
Ketika itu, Indonesia baru saja menyepakati dalam Cape Town Convention yang memuat ketentuan di mana pemilik pesawat dapat menarik pesawat apabila penyewaan dalam kondisi default atau gagal bayar.
"Semenjak ada Cape Town Convention Tahun 2000 tentu banyak sekali pengusaha-pengusaha yang bisa melakukan kegiatan penerbangan tanpa memiliki pesawat," tuturnya.
Denon menyampaikan setelah konvensi itu diubah pada 2007, masalah tersebut bisa terselesaikan lewat Undang-undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.
Lewat beleid tersebut, para pengusaha yang ingin melakukan kegiatan usaha penerbangan tidak serta merta bisa memiliki izin penerbangan tapi juga harus memiliki kapital yang cukup, pengetahuan dan pengalaman yang cukup.
Sayangnya, muncul maslah baru lantaran ada syarat minimal pemilikan dan penguasaan pesawat. Untungnya, lanjut dia, pemerintah memasukkan revisi UU tersebut dalam UU Ciptaker.
Sehingga keleluasaan bagi pengusaha industri penerbangan dapat bisa dirasakan tanpa perlu merevisi seluruh UU tentang Penerbangan.
"Saya pikir banyak kali pasal-pasal yang membuat birokrasi disederhanakan. Kami berharap Omnibus Law ini tidak hanya meningkatkan kompetensi, tapi juga menghadirkan public service bagi transportasi udara dan dapat mendukung perekonomian nasional terlebih saat ini kita menghadapi situasi pandemi," tandasnya.