Pemerintah memberikan bantuan berupa subsidi tiket pesawat bagi calon penumpang yang melakukan penerbangan domestik dari 23 Oktober 2020 hingga 31 Desember 2020. Penumpang akan dibebaskan dari biaya Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) atau Passenger Service Charge (PSC).
PJP2U merupakan komponen biaya yang dibayarkan kepada pengelola bandara yang dibebankan kepada penumpang. PJP2U sendiri telah masuk ke dalam harga tiket penumpang, sehingga dengan dibebaskannya PJP2U, otomatis harga tiket akan turun.
Maskapai penerbangan dalam negeri akan mengobral penjualan harga tiket pesawat mulai hari ini. Momen ini tentu tidak akan disia-siakan oleh pelancong atau masyarakat yang sudah jenuh diam di rumah selama pandemi covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apalagi, tiket murah diberikan di pengujung tahun. Biasanya, masyarakat menggunakan momen itu untuk berlibur bersama keluarga.
Tapi, masyarakat sebaiknya jangan langsung tergoda dengan tawaran harga tiket pesawat murah. Jangan lupa, krisis pandemi covid-19 belum selesai.
Tidak ada yang bisa memastikan ini kapan selesai. Tidak ada yang bisa memastikan pula, sampai kapan perusahaan-perusahaan bisa bertahan di masa pandemi ini.
Mungkin sebagian orang masih mendapatkan gaji yang sama seperti sebelum pandemi. Tapi sekali lagi, siapa yang bisa memastikan bahwa perusahaan tidak akan memotong gaji sebagian pekerjanya tahun depan.
Untuk itu, masyarakat sebaiknya tidak langsung tergoda dengan produk murah, termasuk turunnya harga tiket pesawat. Jika punya dana lebih yang menganggur di rekening, ada baiknya dana itu disimpan dulu. Peruntukannya bisa bermacam-macam.
Perencana Keuangan Ahmad Gozali menyarankan masyarakat untuk menabung lebih banyak di masa pandemi covid-19. Pasalnya, cadangan dana darurat harus ditambah di tengah krisis seperti sekarang.
Bila situasi normal, jumlah dana darurat idealnya adalah 3 sampai 12 kali dari pengeluaran. Namun, di masa pandemi harus bertambah menjadi 6 sampai 24 kali dari pengeluaran.
Bukan apa-apa, pandemi membuat situasi serba tidak pasti. Oleh karena itu, masyarakat harus punya amunisi lebih jika sewaktu-waktu terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tak bisa langsung mendapatkan pekerjaan kembali dalam waktu yang lama atau gaji dipotong lebih dari 50 persen.
"Kalau dana darurat sudah aman, boleh jalan-jalan tapi ke tempat yang dekat saja. Liburan dalam kota, bahkan sekarang ini bisa ke mal saja sudah hiburan yang menyenangkan," ungkap Ahmad kepada CNNIndonesia.com, Jumat (23/10).
Ahmad menyatakan masyarakat bisa menyimpan dana darurat di beberapa instrumen, seperti tabungan biasa di bank, deposito, dan emas. Yang penting, kata dia, instrumen itu harus likuid dan risikonya rendah.
Likuid artinya harta atau aset yang mudah dicairkan. Jadi, sewaktu-waktu dibutuhkan langsung bisa ditarik oleh masyarakat.
Kemudian, dana darurat harus ditempatkan di instrumen yang berisiko rendah agar masyarakat tidak rugi. Berbeda jika menempatkan dana di instrumen yang berisiko tinggi, nilainya berpotensi turun signifikan jika harga instrumen itu sedang bergejolak.
"Ini setidaknya dilakukan sampai Desember 2020 atau Januari 2021, nanti baru kelihatan situasi semakin buruk atau membaik," kata Ahmad.
Selain untuk dana darurat, masyarakat juga bisa menggunakan uang lebih yang menganggur di rekening untuk membayar utang. Misalnya, cicilan kredit, kartu kredit, atau utang ke beberapa teman dan keluarga.
Perencana Keuangan Andi Nugroho mengatakan skenario terburuk di masa pandemi adalah masyarakat tak punya pekerjaan lagi, sehingga tak memiliki penghasilan. Namun, kewajiban membayar cicilan utang tak serta merta berhenti ketika masyarakat itu terkena PHK.
"Untuk itu, dananya bisa digunakan untuk membayar cicilan, bayar tagihan. Bisa diprioritaskan ke arah situ. Ini agar barang-barang yang dicicil tidak disita," kata Andi.
Cicilan utang yang umumnya dimiliki masyarakat, antara lain pembelian rumah, mobil, motor, dan ponsel. Jangan sampai krisis pandemi membuat masyarakat abai untuk membayar utang, sehingga kehilangan aset-asetnya karena disita.
Jika dana darurat sudah dirasa aman atau mencapai angka ideal, ada baiknya masyarakat menginvestasikan sebagian dananya yang menganggur. Dengan catatan, uang itu memang tak diperlukan dalam jangka panjang, 2 tahun sampai 3 tahun.
"Kalau dana darurat sudah berlebih, uang bisa diinvestasikan. Tapi harus yakin bahwa dana itu bisa diparkir dalam jangka waktu panjang," tutur Andi.
Ia bilang masyarakat bisa mencoba investasi di instrumen obligasi ritel Indonesia (ORI). Menurut Andi, instrumen ini cukup aman karena dikeluarkan pemerintah, sehingga dana dan imbal hasilnya akan dijamin pula oleh pemerintah.
"ORI ini biasanya masa jatuh temponya paling tidak 3 tahun, jadi ibaratnya selama 3 tahun masyarakat tidak lihat uang itu tapi nanti dapat keuntungan," kata Andi.
Andi bilang ORI sebenarnya bisa dicairkan sebelum masa jatuh tempo 3 tahun. Masyarakat bisa menjualnya di pasar sekunder.
"Tapi akan lebih menguntungkan kalau diambil menunggu 3 tahun atau saat jatuh tempo," imbuh Andi.
Di sisi lain, Ahmad menyatakan masyarakat harus berhati-hati jika ingin berinvestasi di masa pandemi. Ia justru menyarankan masyarakat memperbanyak saja dana daruratnya hingga kasus penularan virus corona berada dalam tren penurunan.
"Kalau pandemi sudah mereda, tambahan dana cadangan darurat tadi bisa diinvestasikan," kata Ahmad.
Jika pandemi sudah reda, Ahmad bilang masyarakat bisa menginvestasikan dananya langsung di instrumen berisiko tinggi. Salah satunya, saham.
"Karena setelah pandemi, investasi yang berisiko tinggi akan kembali naik. Ini dengan catatan dana darurat juga sudah aman," terang Ahmad.
Sementara, masyarakat juga punya opsi untuk membangun bisnis baru di masa pandemi. Jika dilihat, kini sudah banyak masyarakat yang membuka usaha kecil-kecilan sejak pandemi masuk ke Indonesia pada Maret 2020 lalu.
Mereka yang sebelumnya hanya berkutat dengan pekerjaan di kantor, mulai melebarkan sayap mencari pundi-pundi tambahan dari berbisnis. Andi menyatakan berbisnis adalah opsi yang cukup positif dilakukan jika dana darurat sudah mencapai angka ideal.
"Kalau kondisi sudah meyakinkan, dana menganggur bisa untuk memulai bisnis baru," jelas Andi.
Dengan bisnis baru, masyarakat bisa punya penghasilan sampingan. Dengan demikian, penghasilan mereka bisa bertambah dari sebelum ada pandemi.
"Ini juga bisa jaga-jaga kalau tempat masyarakat itu bekerja terjadi hal-hal yang tidak mengenakkan, bisnis baru bisa jadi backup," pungkas Andi.
(bir)