Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan bahwa daya saing ekspor produk halal Indonesia kerap tertinggal karena sejumlah negara di dunia tidak menerima sertifikasi nasional.
Agus mengatakan bahwa pangsa pasar ekspor produk halal Indonesia cukup rendah karena harga produk yang lebih tinggi.
Harga produk itu lebih tinggi karena Indonesia perlu menambahkan beban sertifikasi saat ingin menjual produknya ke pasar negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena sertifikasi halal Indonesia tidak diterima maka produsen perlu resertifikasi di negara lain. Akibatnya, akan ada tambahan biaya yang berdampak pada tingginya harga jual produk ekspor Indonesia, sehingga sulit bersaing," kata Agus di acara Indonesia Menuju Pusat Produsen Halal Dunia yang diselenggarakan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Sabtu (24/10).
Agus mengambil contoh di sektor ekspor makanan halal. Pangsa pasar ekspor makanan halal Indonesia ke negara anggota OKI berada di peringkat 23 atau 1,41 persen dari total pasar.
Indonesia tertinggal dari Brasil yang berada di peringkat pertama dengan pangsa pasar mencapai 10,51 persen. Begitu pula Thailand dengan pangsa mencapai 8,15 persen, Turki 5,76 persen, India 5,5 persen, dan China 4,97 persen.
Pangsa pasar kosmetik halal juga dikuasai Prancis dengan 17,38 persen, AS dengan 7,57 persen, Jerman dengan 7,05 persen, Italia dengan 5,5 persen, dan China dengan 5,08 persen. Sementara itu, Indonesia hanya 1,41 persen di peringkat 23.
Agus pun menganggap Indonesia perlu segera membenahi pengakuan sertifikasi produk halal agar bisa diterima oleh negara-negara lain.
"Kami berusaha agar sertifikasi halal yang diterima di seluruh negara tujuan ekspor,"ucapnya.
Selain itu, menurutnya, perlu dilakukan pendekatan kerja sama yang lebih komprehensif agar hubungan dagang produk halal Indonesia dengan negara-negara OKI bisa lebih baik.
"Maka perlu peningkatan akses pasar ke mancanegara. Kita ingin produk halal Indonesia bisa masuk ke pasar ekspor tanpa kendala tarif atau hambatan nontarif," katanya.
Kendati begitu, Agus belum memberi target tenggat sekiranya sertifikasi produk halal Indonesia sudah harus bisa diterima oleh banyak negara.
Namun, ia memastikan berbagai perundingan dagang sudah dilakukan saat ini, termasuk dengan negara-negara anggota OKI.
(uli/has)