Presiden Joko Widodo (Jokowi) memprediksi ekonomi Indonesia minus lebih dari 3 persen pada kuartal III 2020. Ini berarti Indonesia terancam masuk ke jurang resesi ekonomi pada 2020.
Suatu negara disebut resesi jika ekonominya minus dua kuartal berturut-turut. Pada kuartal II 2020 lalu, ekonomi Indonesia terkontraksi 5,32 persen.
Resesi sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Negara ini pernah masuk ke jurang pertama kali pada 1963 silam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indonesia mencatatkan pertumbuhan negatif dalam dua kuartal berturut-turut pada 1963. Resesi terjadi karena hiperinflasi.
Kebijakan pemerintahan kala itu membuat belanja pemerintah membengkak. Belanja yang signifikan itulah yang menyebabkan hiperinflasi.
Keputusan-keputusan yang diambil oleh Presiden Soekarno saat itu terbilang berlawanan dengan negara lain, salah satunya Malaysia. Bahkan, Indonesia juga memutuskan keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saat itu.
Sementara, uang negara semakin merosot dari tahun ke tahun. Bahkan, defisit anggaran tembus 600 persen pada 1965.
Lihat juga:Jokowi Pastikan Indonesia Resesi Ekonomi |
Kemudian, ekonomi Indonesia mulai menanjak setelah posisi Soekarno digantikan oleh Soeharto. Laju inflasi mulai melambat setelah Soeharto membuat situasi politik di Indonesia membaik dengan bergabung kembali di PBB dan mendapatkan bantuan dari IMF.
Ekonomi Indonesia kembali positif pada 1970-1980. Selain karena tensi politik yang membaik, kenaikan harga minyak dunia saat itu juga mendorong perekonomian dalam negeri.
Namun, ekonomi Indonesia kembali memburuk pada 1990-an. Krisis finansial Asia pada 1997-1998 membuat Indonesia masuk ke jurang resesi.
Tercatat, resesi bahkan berlangsung selama 9 bulan atau tiga kuartal berturut-turut. Hal ini membuat Indonesia memasuki masa depresi.
Nilai tukar rupiah anjlok pada 1997-1998 hingga 80 persen. Rupiah tembus ke level Rp16 ribu per dolar AS dari posisi normalnya di level Rp9.000 per dolar AS.
Tak hanya itu, inflasi juga kembali meroket hingga 80 persen pada 1998. Ini berarti harga barang naik signifikan.
Situasi itu membuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah menurun, sehingga terjadi aksi demo besar-besaran. Krisis ekonomi yang berujung krisis politik tersebut menurunkan pucuk kepemimpinan Soeharto dari kekuasaannya sejak 1965.
Keuangan negara saat itu juga memburuk. Alhasil, jumlah utang Indonesia naik berkali-kali lipat.
Tercatat, utang Indonesia per Maret 1998 mencapai US$138 miliar. Utang itu terdiri dari utang pemerintah dalam bentuk devisa negara, utang BUMN, dan utang swasta.
Berselang 10 tahun setelahnya, yakni 2008, Indonesia kembali dihantam tekanan dari ekonomi dunia. Krisis ekonomi dunia menghantam rupiah dan pasar keuangan dalam negeri.
Beruntung, saat itu ekonomi tetap tumbuh positif di level 6 persen pada 2008. Namun, ekonomi merosot pada 2009 menjadi hanya tumbuh 4 persen.