Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksi ekonomi kuartal III 2020 terkontraksi atau minus 1 persen sampai minus 2,9 persen. Pemerintah optimis kontraksi itu akan lebih rendah dari kuartal II 2020. Kendati, pada periode itu, RI sudah resmi masuk ke jurang resesi.
Ia menjelaskan kontribusi total belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 18 persen. Menurutnya, realisasi belanja hingga akhir September meningkat pesat dibandingkan kuartal II 2020.
"Angka belanja pemerintah naik tajam dari kuartal II 2020, yang waktu itu kontraksi karena ada perubahan yang tiba-tiba work from home (WFH)," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (27/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:OJK Ingatkan Risiko Kredit Macet Meningkat |
Sementara, konsumsi rumah tangga diperkirakan membaik pada kuartal III 2020. Sebelumnya, tingkat konsumsi anjlok hingga minus 5,5 persen pada kuartal II 2020.
"Sejalan dengan perbaikan di otomotif makanan dan minuman dan relaksasi PSBB, kami lihat konsumsi diharapkan bisa meningkat, sehingga bisa dekati nol persen pada kuartal IV 2020, masih minus pada kuartal III 2020 tapi lebih baik dari kuartal II 2020," jelas Sri Mulyani.
Secara keseluruhan, Sri Mulyani memprediksi ekonomi Indonesia minus hingga akhir tahun. Tepatnya, ekonomi domestik akan minus di kisaran 0,6 persen sampai 1,72 persen.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi pada kuartal II 2020 mengalami kontraksi minus 5,32 persen. Angka itu berbanding terbalik dibandingkan kuartal II 2019 sebesar 5,05 persen.
Angka tersebut juga berbanding terbalik dibandingkan ekonomi kuartal I 2020 yang masih tumbuh sebesar 2,97 persen. Sementara, pertumbuhan ekonomi sepanjang semester I 2020 dibanding semester I 2019 juga terkontraksi 1,26 persen.