Pemerintah resmi membentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) holding asuransi dan penjaminan, yakni Indonesia Financial Group (IFG).
Pembentukan holding yang mencakup 9 perusahaan pelat merah ini diprediksi memberikan sejumlah keuntungan bagi industri investasi, asuransi, dan penjaminan.
Direktur Bisnis IFG Pantro Pander Silitonga mengatakan pembentukan IFG akan melahirkan kolaborasi yang baik dari anggota holding.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebelum terbentuk holding, ada bisnis overlap (tumpang tindih) antaranggota holding, misalnya Jasindo, Jamkrindo, dan Askrindo sama-sama bergerak pada sektor kredit. Dan yang terjadi ada kompetisi yang agresif dan tidak sehat antarperusahaan BUMN asuransi itu," ujarnya dalam diskusi Secret at Newsroom (Setroom), Selasa (2/11).
Menurutnya, persaingan yang tidak sehat itu menyebabkan pencadangan yang disiapkan masing-masing perusahaan tidak cukup. Dengan minimnya pencadangan, artinya perusahaan asuransi tidak kuat sehingga tidak bisa memberikan perlindungan bagi nasabahnya.
"Jadi, dengan kolaborasi bisnis diharapkan tidak terjadi lagi persaingan tidak sehat dan diharapkan pencadangan perusahaan asuransi cukup, sehingga asuransi benar-benar kuat memberikan perlindungan dan rasa aman kepada yang dijaminkan," ucapnya.
Ia menambahkan IFG juga memiliki sinergi yang saling melengkapi sehingga membentuk ekosistem perusahaan asuransi. Diketahui holding BUMN itu memiliki anggota yang bergerak pada dua kluster yakni, kluster bidang asuransi dan pasar modal.
Anak perusahaan dari sektor asuransi umum dan penjaminan mencakup PT Jasa Raharja, PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo), PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), dan PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo).
Serta terdapat PT Bahana TCW Investment Management, PT Bahana Sekuritas, PT Bahana Arta Ventura, PT Bahana Kapital Investa, dan PT Graha Niaga Tata Utama dari lini bisnis keuangan dan pasar modal.
Dalam kesempatan yang sama, pengamat ekonomi Fauzi Ichsan menuturkan pembentukan IFG bisa menjawab tantangan besar pada sektor asuransi dampak pandemi Covid-19, yakni tantangan dari sisi kesehatan masyarakat dan ekonomi.
"Ini dua risiko besar yang terealisasi dengan Covid-19. IFG dibentuk untuk menghadapi perkembangan kesehatan masyarakat yang negatif dan perkembangan ekonomi global yang juga negatif, ini keadaan yang mendorong IFG terbentuk," katanya.
Menurutnya, skala konglomerasi IFG akan mampu mendatangkan sejumlah keuntungan. Meliputi, memperluas pasar, memaksimalkan kapasitas perusahaan, menghindari duplikasi investasi, dan menghindari kanibalisme bisnis.
"Dengan holding ini skala ekonomi bisa tercapai sehingga konglomerasi ini bersaing lebih luas dengan perusahaan asuransi lainnya terutama dari sektor swasta. Ini sangat penting karena pada akhirnya kepercayaan masyarakat bisa ditingkatkan dengan konglomerasi dan dengan credit rating yang lebih baik," ucapnya.
Total aset IFG Group secara konsolidasi, usai bergabungnya sembilan perusahaan-perusahaan tersebut, sebesar Rp72,5 triliun per Maret 2020.
Dengan besaran aset tersebut, pemerintah meyakini IFG Group bisa menjadi perusahaan asuransi dan penjaminan milik negara yang kuat dan memiliki standar internasional.