Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan substitusi impor bahan baku atau bahan penolong serta barang modal untuk sektor industri minimal mencapai 15 persen pada 2021. Sasaran tersebut akan ditingkatkan menjadi 35 persen pada 2022.
"Kami terus mendetailkan produk apa saja yang paling dominan impornya," kata Sekretaris Jenderal Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono dalam keterangan resmi, dikutip Senin (9/11).
Pemerintah, sambung Achmad, bertekad untuk melindungi industri di dalam negeri, terlebih di tengah pandemi covid-19. Namun demikian, langkah strategis ini perlu mendapat dukungan dari para pemangku kepentingan terkait seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Dampak Joe Biden Menang Bagi Ekonomi RI |
"Tentu tujuannya agar bisa lebih berdaya saing. Ada beberapa sektor yang kapasitasnya tidak terpakai (idle) atau terkena unfair trade, sehingga perlu kita lindungi," ujarnya.
Berdasarkan catatan Kemenperin, saat ini utilisasi sektor industri di Indonesia sekitar 56 persen karena imbas pandemi. Padahal, sebelumnya, mampu menyentuh 70 persen.
"Sebenarnya kami tidak anti impor. Sebab, bahan baku dan bahan penolong itu dibutuhkan oleh sektor industri kita untuk ditingkatkan lagi nilai tambahnya. Tugas kami adalah menjaga keberlangsungan usaha mereka," paparnya.
Menurut Achmad, salah satu bahan baku yang impornya perlu ditekan ada di sektor industri kimia. Sementara, untuk impor barang modal yang perlu disubstitusi di antaranya di sektor industri permesinan dan elektronik.
"Semua sektor masing-masing punya karakteristik yang berbeda. Untuk itu, kami sedang perdalam komoditasnya hingga HS number 8-digit," imbuh Sigit.
Upaya menurunkan impor dijalankan seiring dengan upaya peningkatan utilisasi produksi. Dalam hal ini, Kemenperin terus mendorong pendalaman struktur dan peningkatan investasi di sektor industri.
"Kami akan fasilitasi dan kawal realisasi investasi dari sektor industri. Hingga tahun 2023, ada rencana investasi di sektor industri dengan total nilai hingga Rp1.048 triliun," ungkap Sigit.
Selain itu, pemerintah juga akan mengimplementasikan peta jalan Making Indonesia 4.0 pada tujuh sektor industri prioritas, yaitu industri makanan dan minuman, kimia, tekstil dan busana, otomotif, elektronika, farmasi serta alat kesehatan.
Saat ini, pemerintah tengah berupaya melakukan business matching untuk menarik investasi pada sektor-sektor industri yang potensial, termasuk tujuh sektor industri prioritas Making Indonesia 4.0.
Lebih lanjut, target substitusi impor untuk sektor industri dapat dicapai melalui optimalisasi program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Terlebih, potensi belanja barang dan modal dari pemerintah sekitar Rp546,5 triliun.