Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat mencatat terjadi kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau inflasi sebesar 0,28 persen secara bulanan (month-to-month/mtm) pada November 2020. Inflasi lebih tinggi dibandingkan Oktober 2020 sebesar 0,07 persen.
Angka itu itu juga lebih tinggi dibandingkan inflasi November tahun lalu sebesar 0,14 persen. Sementara itu, secara tahun berjalan (year-to-date/ytd) terjadi inflasi sebesar 1,23 persen persen. Sedangkan secara tahunan (year-on-year/yoy) inflasi mencapai 1,59 persen pada November ini.
"Inflasi Indonesia di November 2020 ini sebesar 0,28 persen mtm kalau kita bandingkan dengan bulan lalu," ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Setianto dalam konferensi pers, Selasa (1/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan jika ditengok berdasarkan kelompok pengeluaran, maka mayoritas atau sebanyak sembilan kelompok pengeluaran mengalami inflasi. Sedangkan, hanya dua kelompok yang mengalami deflasi.
Inflasi terbesar berasal dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,86 persen, dengan andil kepada inflasi 0,22 persen.
Ia menuturkan inflasi pada kelompok ini disebabkan kenaikan harga sejumlah komoditas pangan.
"Untuk makanan dan minuman ini contohnya daging ayam andil 0,08 persen, telur ayam ras, dan cabai merah," paparnya.
Ia mengingatkan produsen dan konsumen untuk mewaspadai dampak musim penghujan kepada distribusi barang.
"Terkait musim penghujan ke depan barangkali terkait dengan distribusi barang untuk cuaca, ombak tinggi, curah hujan tinggi ini bisa hambat distribusi barang dari produsen ke konsumen," katanya.
Lalu, inflasi kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,14 persen, dengan andil 0,01 persen. Selanjutnya, inflasi kelompok perlengkapan peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,08 persen dengan andil 0 persen.
Lebih lanjut, kelompok kesehatan mengalami inflasi sebesar 0,32 persen persen, dengan andil 0,01 persen. Sedangkan, kelompok transportasi sebesar 0,30 persen, dengan andil kepada inflasi 0,04 persen.
"Inflasi pada kelompok transportasi diantaranya karena kenaikan tarif angkutan udara," katanya.
Lalu, inflasi kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan 0,02 persen dengan andil nol persen. Selanjutnya, inflasi kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 0,04 persen, dengan andil nol persen
Sementara itu, kelompok pendidikan inflasi 0,12 persen dengan andil 0,01 persen dan inflasi kelompok penyediaan makanan dan minuman sebesar 0,11 persen dengan andil 0,01 persen
Sementara itu, dua kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi yakni kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya minus 0,23 persen dengan andil minus 0,01 persen. Lainnya, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar minus 0,04 persen, dengan andil kepada deflasi minus 0,01 persen.
Berdasarkan komponennya, inflasi terjadi berkat sumbangan komponen bergejolak sebesar 1,31 persen, dengan andil 0,21 persen.
Dalam komponen ini, komponen energi mengalami deflasi sebesar minus 0,11 persen, dengan andil minus 0,01 persen. Sedangkan, komponen bahan makanan bergejolak (volatile food) mengalami inflasi 1,18 persen, dengan andil 0,21 persen.
Lalu, komponen harga diatur pemerintah (administered price) tercatat inflasi 0,16 persen, dengan andil 0,03 persen. Sedangkan inflasi inti sebesar 0,06 persen, dengan andil 0,04 persen.
Berdasarkan wilayah, inflasi terjadi di 83 kota dari 90 kota IHK. Sementara 7 kota lainnya mengalami deflasi.
Inflasi tertinggi terjadi di Kota Tual sebesar 1,15 persen dan terendah di Bima sebesar 0,01 persen.
"Inflasi di Kota Tual andil dari kenaikan harga komoditas perikanan yaitu ikan tongkol dan layang kemudian juga andil dari bahan bakar rumah tangga," ucapnya.
Sedangkan deflasi tertinggi di Kendari sebesar minus 0,22 persen dan terendah di Meulaboh dan Palopo masing-masing 0,01 persen.