Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia surplus US$3,61 miliar secara bulanan pada Oktober 2020. Realisasi tersebut jauh lebih tinggi dari surplus US$2,44 miliar pada September 2020 dan surplus US$161 juta pada Oktober 2019.
Secara total, neraca perdagangan surplus US$17,07 miliar pada Januari-Oktober 2020. Realisasi ini lebih baik dari defisit US$2,12 miliar pada Januari-Oktober 2019.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan surplus neraca perdagangan terjadi karena nilai ekspor mencapai US$14,39 miliar atau naik 3,09 persen dari US$13,96 miliar pada September 2020.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Mengenal RCEP dan Untungnya Buat Indonesia |
Sedangkan nilai impor mencapai US$10,77 miliar atau turun 6,79 persen dari US$11,57 miliar pada bulan sebelumnya.
Secara rinci, kinerja ekspor ditopang oleh ekspor minyak dan gas (migas) mencapai US$14,39 juta miliar atau turun 5,94 persen pada bulan sebelumnya.
Sementara ekspor nonmigas sebesar US$13,76 miliar atau naik 3,54 persen. Secara tahunan, nilai ekspor migas turun 26,89 persen dan nonmigas turun 1,84persen.
"Surplus ini meningkat cukup besar karena ada penurunan impor," kata Setianto saat rilis data neraca perdagangan periode Oktober 2020, Senin (16/11).
Setianto bilang ekspor masih meningkat karena ada kenaikan ekspor dari produk-produk nonmigas yang menopang 95,63 persen dari total ekspor Indonesia pada bulan lalu.
Misalnya, ekspor industri pertanian yang naik 1,26 persen menjadi US$420 juta, industri pengolahan meningkat 2,08 persen menjadi US$11,79 miliar, dan industri pertambangan tumbuh 16,98 persen menjadi US$1,55 miliar.
"Komoditas penyumbang peningkatan ekspor adalah lemak dan minyak hewan/nabati, bahan bakar mineral, biji perak, alas kaki, dan mesin perlengkapan elektrik," jelasnya.
Sementara penurunan ekspor ada di komoditas logam mulia, perhiasan/permata, pakaian dan aksesoris, pupuk, kapal, dan lainnya. "Ekspor emas turun drastis 20,34 persen. Begitu juga besi dan baja 1,64 persen," tuturnya.
Berdasarkan negara tujuan ekspor, peningkatan nilai ekspor nonmigas terjadi ke China sebesar US$234,7 juta, Vietnam US$96,1 juta, Filipina US$83,3 juta, Malaysia US$65,8 juta, dan Spanyol US$54,8 juta.
Penurunan ekspor terjadi ke Swiss mencapai US$86,2 juta, Singapura US$60,1 juta, AS US$49,6 juta, Australia US$47,4 juta, dan Kenya US$45,6 juta.
Secara kumulatif, ekspor Januari-Oktober 2020 sebesar US$131,54 miliar. Kinerja ini turun 5,58 persen dari US$139,31 miliar pada Januari-Oktober 2019.
Dari sisi impor, impor migas sebesar US$1,08 juta miliar atau turun 8,03 persen dari bulan sebelumnya. Sementara impor nonmigas senilai US$9,7 miliar atau berkurang 6,65 persen. Secara tahunan, impor migas turun 38,54 persen dan nonmigas merosot 25,36 persen.
Penurunan impor nonmigas berasal dari berkurangnya realisasi impor barang konsumsi sebesar 7,58 persen menjadi US$1,03 miliar, bahan baku/penolong turun 5 persen menjadu US$7,9 miliar, dan barang modal anjlok 13,33 persen menjadi US$1,85 miliar.
"Impor yang tinggi meningkat adalah bijih kerak dan abu logam, bahan kimia anorganik, kendaraan dan bagiannya, pupuk, serta mesin dan peralatan mekanis," ucapnya.
Sedangkan penurunan impor ada di komoditas mesin dan perlengkapan elektrik, ampas atau sisa industri makanan, kapal, perahu, dan struktur terapung, gula dan kembang gula, serta plastik dan barang dari plastik.
"Impor nonmigas secara keseluruhan turun dari sisi nilai dan volume," ujarnya.
Berdasarkan negara asal impor, penurunan impor nonmigas terjadi dari China mencapai US$709,1 juta, Brasil US$77,5 juta, Taiwan US$63 juta, Kanada US$59,4 juta, dan Afrika Selatan US$53,5 juta.
Sebaliknya, peningkatan impor terjadi dari Singapura sebesar US$87,5 juta, Malaysia US$62,5 juta, Hungaria US$55,9 juta, Australia US$44,8 juta, dan Hong Kong US$35,9 juta
Secara kumulatif, kinerja impor Januari-Oktober 2020 sebesar US$114,47 miliar atau terkoreksi 19,07 persen dari US$141,43 miliar pada Januari-Oktober 2019.