PLN Buka Suara Soal Laporan IEEFA

CNN Indonesia
Kamis, 24 Des 2020 08:24 WIB
PT PLN (Persero) buka suara atas laporan yang dikeluarkan oleh lembaga kajian IEEFA Oktober lalu.
PT PLN (Persero) buka suara atas laporan yang dikeluarkan oleh lembaga kajian IEEFA Oktober lalu.(CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia --

PT PLN (Persero) buka suara atas laporan yang dikeluarkan oleh lembaga kajian internasional The Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Oktober lalu.

Direktur Mega Project PLN Ikhsan Asaad membantah temuan IEEFA bahwa PLN kurang diminati investor hijau lantaran memiliki kredibilitas rendah dalam pengembangan energi terbarukan (EBT).

"Terkait minat investor yang kurang ke PLN rasanya sih gak benar, banyak sekali investor yang berminat," katanya kepada CNNIndonesia.com lewat pesan Whatsapp, Rabu (23/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Minat menggarap proyek energi hijau, lanjutnya, ditunjukkan oleh Dubai, Arab, dan beberapa negara Eropa lainnya. Salah satu contohnya yaitu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung 145 megawatt (MW) di Cirata, Jawa Barat yang dikerjakan bersama dengan Uni Emirat Arab (UEA).

"Itu salah satunya kerja sama dengan Masdar UEA, PLTS Floating terbesar di Asia Tenggara," jawabnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan pengembangan pembangkit EBT terus dilakukan dengan tetap mempertimbangkan keseimbangan pasokan dan permintaan, keekonomisannya, keandalan (reliability), dan keberlanjutan (sustainability).

Ikhsan juga menepis temuan bahwa pelat merah masih berinvestasi di PLTU batu bara. Dia menyatakan proyek-proyek yang akan masuk ke sistem kelistrikan PLN adalah proyek yang sudah terkontrak dengan Independent Power Producer (IPP).

Ia menambahkan bahwa kondisi permintaan listrik saat ini turun akibat pandemi covid-19. Oleh karena itu, pengembangan infrastruktur kelistrikan dalam 5 tahun ke depan berbasis permintaan (demand driven).

"Dalam program pengembangan EBT 2021-2030, TDP 16,8 GW pembangkit EBT masuk ke sistem PLN," kata dia.

Sejauh ini, Ikhsan menyatakan target EBT PLN yang sudah beroperasi sebesar 8 MW dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024 yaitu 12,8 GW. Menyusul, ada 5 GW yang sedang diselesaikan, ditambah 3,5 GW program Green Booster yang terdiri dari Konversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) ke EBT 2 GW, Cofiring PLTU dengan Biomass sebesar 1,5 GW.

Namun, ia tak menampik bahwa salah satu kendala pengembangan EBT adalah soal harga atau sisi ekonomisnya. Dia menjelaskansaat ini EBT hanya bisa beroperasi selama 3-4 jam saja, dibutuhkan tambahan penyimpanan baterai (battery storage) agar bisa beroperasi selama 24 jam. Namun, kian lama ia mengatakan harga EBT kian murah.

"Tanggal 17 Desember yang lalu kami melakukan Water Breaking PLTS Floating Cirata 145 MW AC harganya 5,8 cents/kwh, 3 tahun yang lalu kami bangun PLTS Likupang harganya 11 cents," jelasnya.

Dalam laporan terkait, IEEFA juga menyarankan PLN untuk menyusun peta jalan (roadmap) untuk menghentikan investasi di sumber energi fosil. Tujuannya, PLN dapat menunjukkan keseriusannya dalam melakukan transformasi hijau.

Menanggapi hal tersebut, Ikhsan menyatakan pihaknya sudah memiliki roadmap yang disarankan IEEFA. Namun, ia tak menjelaskan lebih jauh. Untuk rencana obligasi tahun depan, perusahaan setrum ini akan mengeluarkan obligasi hijau sekitar US$500 juta.

"Di awal 2021, obligasi hijau sekitar minimal US$500 juta proyek konversi diesel ke EBT," tutupnya.

[Gambas:Video CNN]



(wel/age)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER