Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) meminta pemerintah meneruskan sejumlah insentif bagi sektor pariwisata, khususnya perhotelan saat Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Jawa-Bali pada 11-25 Januari 2021.
Wakil Ketua Umum PHRI Maulana Yusran mengatakan insentif yang perlu dilanjut adalah pemberian dana hibah bagi sektor pariwisata seperti yang diterapkan pada 2020. Pada kebijakan itu, pemerintah memberikan dana hibah dengan total Rp3,3 triliun kepada pengusaha di 10 destinasi pariwisata prioritas dan 5 destinasi super prioritas.
"Hibah pariwisata itu masih perlu, bahkan pemerintah perlu memikirkan insentif bantuan modal kerja lain yang tidak melalui bank," kata Maulana kepada CNNIndonesia.com, Kamis (7/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati begitu, ada satu catatan Maulana terhadap insentif hibah. Menurutnya, pemerintah pusat seharusnya bisa memikirkan agar kebijakan yang bagus ini turut mendapat dukungan dari pemerintah daerah.
Caranya, dengan menghapus sementara atau mengurangi kewajiban pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi hotel dan restoran yang terdampak. Dengan begitu, dampak insentif benar-benar terasa.
"Kalau dapat hibah tapi bayar PBB, kan sama saja. Kalau di pemerintah daerah, kebijakannya membatasi tapi tidak membantu pengusaha, pajak daerahnya tetap ditarik, ini kendala utama," tuturnya.
Selain hibah pariwisata, Maulana mengungkapkan insentif yang juga perlu dilanjut agar menjadi bantalan bagi pengusaha di sektor pariwisata saat PSBB Jawa Bali adalah relaksasi tarif listrik PLN, restrukturisasi kredit bank, hingga bantuan bagi tenaga kerja di sektor ini.
Bila semua ini bisa diberikan, ia meyakini dampak penerapan PSBB Jawa-Bali ke sektor perhotelan lebih bisa dimitigasi. Namun, bila tidak, ia meramalkan sektor ini akan lebih terpuruk dari awal tahun lalu saat PSBB pertama kali diterapkan.
Alasannya, pengusaha masih punya modal cadangan ketika PSBB pertama kali dilakukan. Sementara saat ini, modal sudah semakin tipis.
Lihat juga:Dampak Ekonomi PSBB Jawa-Bali |
Sedangkan meminjam dana ke bank untuk modal belum bisa membantu sepenuhnya karena permintaan dari masyarakat belum pulih secara penuh. Bahkan, ia mencatat rata-rata okupansi hotel hanya mencapai 35 persen pada 2020.
Operasional hotel hanya berada di kisaran 30 persen sampai 50 persen pada tahun lalu. Hal ini membuat pertumbuhan sektor perhotelan minus 22 persen pada 2020 bila dibandingkan 2019.
"Itu sangat miris dan kalau bicara dampak, PSBB yang kali ini bisa lebih berat dari PSBB awal karena sudah tidak ada modal untuk bertahan," tuturnya.
Di sisi lain, Maulana meminta pemerintah pusat dan daerah benar-benar optimal melakukan pengawasan di masyarakat saat penerapan PSBB Jawa-Bali nanti. Tujuannya, agar PSBB benar-benar efektif dan tidak berujung pada perpanjangan terus menerus.
"Pemda juga perlu maksimal pantau masyarakat di daerah, di pasar, di warung, dan lainnya yang aktivitasnya belum taat protokol kesehatan seolah-olah tidak ada covid," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan akan ada kebijakan penerapan PSBB di Jawa dan Bali pada 11-25 Januari 2021. PSBB akan dilaksanakan di DKI Jakarta dan 23 kabupaten/kota di enam provinsi yang masuk wilayah berisiko tinggi penyebaran covid-19.