Kinerja Produksi Pertanian RI yang Dikritik Jokowi

CNN Indonesia
Senin, 11 Jan 2021 15:52 WIB
Produksi tanaman pangan cenderung menurun sepanjang periode 2015-2019. Hal itu tercermin dari indeks produksi pangan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS).
Produksi tanaman pangan cenderung menurun sepanjang periode 2015-2019. Hal itu tercermin dari indeks produksi pangan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Ilustrasi. (ANTARA FOTO/ABRIAWAN ABHE).
Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkritik anggaran subsidi pupuk yang besar namun kurang berdampak terhadap produktivitas pertanian Indonesia. Hal tersebut tercermin dari meningkatnya ekspor sektor pertanian yang justru didominasi oleh kelapa sawit, bukan dari komoditas pangan yang mendapatkan suntikan subsidi dari pemerintah.

"Saya sangat menghargai, ini adalah pertumbuhan yang baik di sektor pertanian, terutama ekspor. Tetapi juga ingat, ekspor kelihatan tinggi itu berasal dari, yang banyak, berasal dari sawit. Betul Pak Menko? Hati-hati, bukan dari komoditas-komoditas lain yang sudah kita suntik dengan subsidi-subsidi yang ada," ucap Jokowi dalam Rakernas Pembangunan Pertanian 2021, Senin (11/1).

Jika merujuk pada Indikator Pertanian yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), indeks produksi tanaman pangan yang jadi sasaran subsidi pupuk pemerintah memang cenderung menurun pada kurun 2015-2019. Sebaliknya, produktivitas tanaman perkebunan konsisten menanjak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tercatat, indeks produksi tanaman pangan sempat meningkat pada periode 2015-2017 yakni 106,72 (2015), 117,85 (2016) dan 119,84 (2017). Namun, pada 2018, indeks produksi merosot menjadi 95,3 dan kembali turun pada 2019 menjadi 94,42.

Penurunan ini disebabkan indeks produksi padi yang terdiri dari padi sawah dan padi ladang yang anjlok dari posisi 2017 yang sebesar 102,6 menjadi 69,67 pada 2018. Sedangkan pada 2019 indeks produksi padi hanya naik tipis menjadi 96,85.

Tak hanya produksi padi, indeks produksi palawija yang terdiri dari jagung, kedelai kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar juga menurun. Pada 2018 indeks produksi palawija jatuh menjadi 97,32 dari 2017 yang berada di posisi 107,29. Sementara pada 2019 indeks produksi palawija hanya naik menjadi 100,59.

Kondisi tanaman pangan berbanding terbalik dengan tanaman perkebunan yang tercatat indeks produksinya naik yakni 115,23 (2015), 116,01 (2016), 123,59 (2017), 143,45 (2018), dan 151,92 (2019).

Secara umum, indeks produksi perkebunan didominasi komoditas kelapa sawit yakni 141,50 (2015), 144,67 (2016), 154,48 (2017), 204,87 (2018), dan 222,08 (2019). Komoditas lain yang cukup dominan adalah karet yang indeks produksinya tercatat sebesar 115,01 (2015), 122,26 (2016), 136,99 (2017), 131,43 (2018), dan 130,86 (2019).

Di luar tanaman pangan dan perkebunan, produksi hortikultura mengalami lonjakan. Pada tahun 2019, indeks produksi hortikultura meningkat sebesar 17,25 poin dibanding tahun 2018, yaitu dari 95,18 menjadi 112,43. Indeks produksi sayur-sayuran dan buah- buahan masing-masing mengalami kenaikan sebesar 4,70 dan 11,33 poin.

Untuk kelompok sayur-sayuran, bawang putih merupakan komoditas sayuran dengan peningkatan indeks tertinggi yaitu sebesar 402,79 poin dibandingkan tahun 2018. Sementara itu, dari kelompok buah buahan hampir semua mengalami kenaikan indeks produksi, kecuali apel.

Sementara jika dilihat sejak 2015, indeks produksi hortikultura berturut-turut adalah 95,5 (2015), 96,99 (2016), 102,40 (2017), 95,18 (2018) dan 112,43 (2019).

[Gambas:Video CNN]



(hrf/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER