Ketua Asosiasi Pengusaha Mie dan Bakso (Apmiso) Lasiman mengungkapkan aksi mogok yang dilakukan penjual daging sapi telah berimbas kepada anggota asosiasinya. Pasalnya, akibat aksi mogok itu, pedagang bakso terpaksa menelan pil pahit karena harga daging sapi kian melejit.
Maklum saja, daging merupakan bahan baku utama bakso.
"Di sini letak permasalahannya, karena peredaran daging sapi sebanyak 60 persen lebih dikonsumsi oleh pedagang bakso, yang lainnya dikonsumsi oleh UMKM dan masyarakat," ujarnya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (21/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengaku memahami kondisi berat yang dialami oleh pedagang daging sapi tersebut, lantaran masalah tak jauh berbeda juga dialami pedagang bakso. Namun, ia tetap mengaku kecewa dengan keputusan mogok tersebut.
Menurutnya, masalah kenaikan harga daging sapi harusnya bisa dicari jalan keluarnya dengan berbicara kepada pemerintah.
Selama pedagang daging sapi mogok jualan, ia menuturkan anggotanya telah menyiapkan antisipasi. Caranya, membuat baso dalam jumlah banyak sebelum aksi mogok dilakukan dan kemudian menyimpannya dalam pembeku (freezer) sehingga bisa tahan selama 1-3 hari.
Apabila aksi mogok jualan itu lebih dari 3 hari, ia mengatakan pedagang bakso bisa kebingungan mencari bahan baku.
"Mudah-mudahan mogoknya hanya 3 hari saja, tidak berlarut-larut. Kalau berlarut-larut otomatis kami akan kesulitan mencari bahan baku," terangnya.
Ia menuturkan jika harga daging sapi terus melambung, mau tidak mau pedagang bakso harus berputar otak menyiasati hal tersebut. Pertama, menaikkan harga porsi bakso.
Selama ini, satu mangkok bakso ditawarkan di bawah Rp15 ribu. Itu dibuat dengan asumsi harga daging sapi normal di rentang Rp110 ribu per kilogram (kg) hingga Rp115 per kg.
Namun, jika harga daging sapi mencapai Rp130 ribu per kg, maka ia memperkirakan pedagang bakso akan mengerek harga semangkok bakso di kisaran Rp15 ribu hingga Rp20 ribu.
"Apakah tidak keberatan masyarakat yang notabene penghasilannya juga tertekan karena covid? Dengan harga segitu otomatis yang mau makan bakso berkurang, kalau yang makan bakso berkurang omset pedagang bakso juga turun," tuturnya.
Kedua, pedagang bakso akan mengurangi porsi dan ukuran bakso guna menyiasati kenaikan harga. Namun, ia menilai upaya ini justru membuat konsumen berpaling.
Ketiga, yang merupakan skenario terburuk dan jalan pintas adalah mengganti daging sapi jantan dengan sapi betina. Ini sebenarnya merugikan pedagang sendiri lantaran bakso dari daging sapi betina mudah menyusut.
"Saya khawatir dengan harga daging naik ini, ke depan tidak bisa turun. Selama bertahun-tahun, kalau daging naik tetap naik, tidak turun-turun saya khawatir ini jadi awal kenaikan dan makin naik dalam rangka lebaran," katanya.
Kondisi tersebut juga mengerek omset penjualan pedagang bakso. Ia menuturkan penurunan omset ini sudah terjadi sejak pandemi covid-19 yakni sekitar minus 50 persen. Penurunan omset ini, kata dia, semakin dalam akibat kenaikan harga daging sapi.
"Jadi, sudah jatuh tertimpa tangga," katanya.
Namun, ia memastikan jika pedagang bakso tidak berhenti jualan. Meskipun, pedagang daging sapi mogok disertai dengan melambungnya harga daging sapi.
"Saya kira bagaimanapun beratnya, pedagang bakso tetap jualan. Karena kalau tidak jualan itu kasihan dengan karyawannya, otomatis kalau tidak jualan dia tidak bayaran, jadi tidak bisa memberikan makan anak istrinya," ucapnya.