Zealous Siput Lokasari, seorang warga DIY, menulis surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta agar Menteri ATR Sofyan Djalil dipecat. Dalam surat tertanggal 26 Januari 2021 itu, Sofyan dinilai telah bertindak rasisme kepada salah satu etnis tertentu.
"Saya menulis surat kepada Presiden mohon supaya Pak Menteri ATR Sofyan Djalil dipecat, karena menerbitkan surat kepada bawahannya jajaran BPN (ATR) di DIY untuk melakukan diskriminasi atas WNI. Warga negara tertentu yang tidak boleh memiliki tanah, supaya tidak dilayani," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (26/1).
Kasus tersebut bermula dari surat Menteri ATR Nomor HR.01/1874/XII/2020 tentang Monitoring Pelaksanaan Rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Dalam surat itu, Sofyan menyatakan belum dapat melaksanakan rekomendasi Ombudsman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sofyan, lanjut Zealous, secara implisit melakukan diskriminasi ras dan etnis dalam surat Menteri ATR Nomor HR.01/1874/XII/2020 itu. Pasalnya, Sofyan menggunakan istilah WNI non pribumi, yang dikritisi Zealous tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan RI.
"Celakanya, Pak Menteri secara implisit menyatakan jika WNI non pribumi ini ditujukan kepada orang-orang Tionghoa," jelasnya.
Ia menjelaskan rekomendasi Ombudsman yang ditolak pelaksanaannya oleh Sofyan ialah rekomendasi Ombudsman tentang Maladministrasi atas Belum Terlaksananya Pendaftaran Peralihan Hak Milik Atas Tanah oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Bantul, Kulon Progo, Yogyakarta, Gunung Kidul, dan Sleman.
Keluarnya rekomendasi Ombudsman itu bermula pada 2016 lalu. Ia menuturkan beberapa warga DIY tidak bisa melakukan proses balik nama tanah hak milik di Kantor BPN wilayah DIY.
Pasalnya, petugas BPN DIY masih mengacu kepada Instruksi Wakil Kepala Daerah DIY Nomor K.898/1/A/1975 terkait Penyeragaman Policy Pemberian Hak Atas Tanah kepada WNI Non Pribumi.
Zealous menjelaskan instruksi itu dikeluarkan sejak lama pada 1975 silam oleh Wakil Kepala Daerah DIY Sri Paku Alam VIII. Instruksi lama itu mengatur apabila WNI non pribumi membeli tanah masyarakat, maka hendaknya hak milik dilepas dan diberikan kepada negara.
Sedangkan, yang bersangkutan mendapatkan Hak Guna Bangunan (HGB). Nah, orang-orang ini yang kemudian mengadu kepada Ombudsman Wilayah Kerja DIY pada 2016.
"Kemudian, oleh Ombudsman diadakan pemeriksaan. Usai diperiksa, Ombudsman mengeluarkan rekomendasi hasil pemeriksaan dalam bentuk rekomendasi, dari hasil pemeriksaan Ombudsman mereka telah melakukan maladministrasi diskriminasi," kata Zealous.
Oleh sebab itu, ia menyayangkan keputusan Sofyan menolak rekomendasi Ombudsman, serta berpegang pada Instruksi Wakil Kepala Daerah DIY Nomor K.898/1/A/1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak Atas Tanah kepada WNI Non Pribumi.
Dalam surat Sofyan tentang Monitoring Pelaksanaan Rekomendasi Ombudsman, disebutkan uji materiil terhadap Instruksi Wakil Kepala Daerah DIY Nomor K.898/1/A/1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak Atas Tanah kepada WNI Non Pribumi, kepada Mahkamah Agung (MA) tidak diterima. Dengan kata lain, aturan lama itu masih berlaku.
"Pak Sofyan menyatakan melalui suratnya tidak bisa melaksanakan rekomendasi itu (Ombudsman) alasannya mengada- ada, ada MA dan sebagainya. Tapi, intinya yang dibuat alasan bukan aturan perundangan tapi Surat Instruksi 1975," imbuhnya.
CNNIndonesia.com telah berupaya menghubungi Sofyan Djalil untuk meminta tanggapan atas surat tersebut. Namun, yang bersangkutan belum menjawab.