Tol Depok Antasari (Desari) jadi perbincangan setelah putra mantan presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra dikenal Tommy Soeharto, menggugat pihak pengembang tol dan Pemerintah Indonesia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Senin (25/1), Tommy meminta ganti rugi sebesar Rp56 miliar terkait penggusuran dalam proyek pembangunan Tol Desari. Secara total, Tommy menggugat lima pihak.
Pertama, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional DKI Jakarta, Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian pihak tergugat kedua, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kepala Pejabat Pembuat Komitmen Pengadaan Tanah Jalan Tol Depok-Antasari.
Lalu pihak ketiga, Stella Elvire Anwar Sani. Keempat, Pemda DKI Jakarta, Pemerintah Wilayah Kecamatan Cilandak. Kelima, PT Citra Waspphutowa.
Lantas bagaimana awal mula proyek dibangun?
Tol Desari, yang menghubungkan antara Jakarta-Depok, ini awalnya direncanakan mulai dibangun pada Mei 2006 silam, namun karena mangkrak akhirnya perjanjian pembangunan diamandemen pada 7 Juni 2011.
Pengusaha di balik jalan Tol Desari ialah PT Citra Waspphutowa yang merupakan anak perusahaan dari PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP).
Untuk kepemilikannya, mayoritas saham dimiliki CMNP sebesar 62,50 persen, PT Waskita Toll Road sebesar 25 persen dan PT Pembangunan Perumahan (Persero) sebesar 12,50 persen.
Masa konsesi Tol Desari adalah 40 tahun terhitung sejak penerbitan Surat Perintah Mulai Konstruksi (SPMK). Nilai investasi yang dikucurkan dalam proyek ini sebesar Rp4,9 triliun.
Tol Desari memiliki total keseluruhan panjang 21,60 kilometer (Km) dan terbagi dalam 3 seksi, yaitu Seksi I Antasari - Brigif sepanjang 5,8 km, Seksi II Brigif - Sawangan sepanjang 6,3 km, Seksi III Sawangan - Bojong Gede sepanjang 9,5 km.
Lebih dari satu dekade sejak tol diluncurkan, baru pada 2018 Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan seksi I Antasari - Brigif.
Kemudian, dua tahun berselang, pada Juli 2020, seksi kedua, yaitu seksi Brigif-Sawangan resmi dibuka. Sementara, untuk seksi III proyek masih dalam penggarapan dan ditargetkan akan rampung pada Januari 2021.
Staf Khusus sekaligus Juru Bicara (Jubir) Kementerian ATR/BPN Teuku Taufiqulhadi menyebut pemerintah sebetulnya sudah membayarkan uang ganti rugi atas lahan atau properti yang terdampak dari pengembangan tersebut.
Namun, uang ganti rugi dikonsinyasikan atau dititipkan kepada pengadilan karena saat itu belum jelas siapa pemilik tanah dan bangunan terdampak.
Dia menyebut tanah tersebut merupakan lahan sengketa antara Tommy dan warga atau pihak ketiga. Lalu, setelah konflik terpecahkan dan Tommy mendapat uang ganti rugi, Teuku menduga Tommy merasa dirugikan karena uang ganti rugi bernilai kecil.
Sayangnya, ia tak mengetahui nilai ganti rugi yang disiapkan pihak pengembang tersebut.
"Tommy merasa ganti rugi waktu itu kecil, tidak sesuai dan dia lantas menggugat ke Pengadilan," katanya.
(wel/bir)