Ketua Tim Percepatan Proyek Electric Vehicle (EV) Battery Nasional Agus Tjahajana Wirakusumah menyatakan Kementerian BUMN memiliki ambisi untuk membangun ekosistem baterai mobil listrik pada 2025 mendatang. Tim telah menyiapkan peta jalan (roadmap) dalam mega proyek dengan potensi investasi sebesar US$17,4 miliar atau Rp242,3 triliun ini (kurs Rp14 ribu per dolar AS).
Indonesia lanjut dia, ingin menjadi pemain utama global yang memiliki kemampuan produksi dari hulu hingga hilir. Pasalnya, Indonesia merupakan salah satu negara dengan cadangan nikel terbesar dunia.
"BUMN memiliki ambisi besar untuk mengembangkan ekosistem industri baterai EV pada 2025. Pertama, pemain pertama global material produk hulu baterai atau nikel sulfat. Dengan menjadi produsen nikel sulfat dengan produksi sekitar 50-100 ribu ton untuk melayani ekspor global dan permintaan lokal," katanya pada rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Senin (1/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, ia juga membeberkan keinginan BUMN menjadi produsen global untuk material perkursor dan produk katoda global dengan target produksi sebesar 120-240 ribu ton per tahun untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor
Dalam mengembangkan ekosistem tersebut, ia menyebut dibutuhkan waktu 4-5 tahun. Salah satu hal awal yang dilakukan adalah melakukan penjajakan calon mitra atau investor. Syarat yang harus dipenuhi calon investor adalah memiliki jejak global dalam industri baterai EV dan memiliki rencana untuk melakukan ekspansi bisnis.
Kedua, memiliki kemampuan finansial dan bisnis di bidang baterai.
"Dan terakhir memiliki reputasi merek yang baik dan memiliki hubungan dengan perusahaan Original Equipment Manufacturer (EOM)," jelasnya.
Dari proses tersebut, ia menyebut ada tujuh grup perusahaan dunia yang memenuhi kriteria, yaitu CATL, LG CHEM, Samsung, Tesla, BYD Auto, Farasis Energy, dan Panasonic.
Agus menyebut menjadi pemain global baterai kendaraan listrik, Indonesia berpotensi meraup US$26 miliar atau Rp364 triliun pada 2030 mendatang. Juga, dapat menyerap sebanyak 23.500 tenaga kerja Indonesia dari pengembangan hulu sampai hilir.
Dalam mempersiapkan ekosistem ini, BUMN tengah menyiapkan konsorsium dengan nama Indonesia Battery Holding (IBH) antara PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), PT Antam (Persero) Tbk, dan PT Inalum (Persero) Tbk dengan saham masing-masing 25 persen.
Dalam kesempatan sama, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Ramson Siagian mengingatkan Menteri BUMN Erick Thohir untuk tidak sekedar membangun retorika, namun harus ada langkah nyata dalam membangun industri terkait.
Ia menilai paparan yang disampaikan kepada DPR masih bersifat retorika dan ia mengaku tak mau pemerintah hanya membangun wacana untuk kepentingan politik 2024 mendatang.
Pasalnya, ia menyebut hingga 20 tahun mendatang Indonesia masih akan mengandalkan batu bara sebagai energi pembangkit listrik utama karena program pembangkit seperti 35 ribu MW masih digenjot pemerintah.
Sehingga, jika pemerintah berkomitmen mengurangi penggunaan bahan bakar fossil, maka program harus diikuti dengan timeline eksekusi yang jelas.
"Tolong sampaikan kepada Menteri BUMN jangan ini jadi konsumsi retorika politik, jangan hanya konsumsi menghadapi 2024. Harus menjadi konsumsi generasi mendatang," katanya.
Kepala LIPI Laksana Tri Handoko menyebut pihaknya menargetkan akan memulai memproduksi (packing) baterai lithium untuk drone monitoring bencana yang berukuran 5.500 mAh.
Packing baterai drone lithium, lanjutnya, merupakan langkah awal dari pengembangan baterai hingga nanti digunakan untuk kendaraan listrik. Ia menyebut pemerintah tidak bisa tiba-tiba memproduksi baterai kendaraan listrik, melainkan dimulai dari tipe packing kecil.
Baru pada 2022 dijadwalkan produksi baterai untuk autonomous electric vehicle (AEV).
"Jadi belum untuk kendaraan listrik ukuran sedang maupun besar, itu ditargetkan 2025," tutupnya.