Cerita Pedagang Rokok Usai Cukai Naik 12,5 Persen

CNN Indonesia
Selasa, 02 Feb 2021 19:54 WIB
Kenaikan cukai rokok membuat pelanggan mengurangi konsumsi atau beralih ke merek lain yang harganya lebih murah.
Kenaikan cukai rokok membuat pelanggan mengurangi konsumsi atau beralih ke merek lain yang harganya lebih murah. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Aria Ananda).
Jakarta, CNN Indonesia --

Ramadhan lebih sibuk dalam beberapa hari terakhir. Ia rutin mengecek harga jual eceran rokok di sejumlah minimarket untuk menentukan harga jual rokok terbaru ke pelanggan usai kenaikan tarif cukai rokok berlaku.

Selama ini, ia bekerja sambilan sebagai penyuplai rokok untuk karyawan di kantornya, di Jakarta Selatan. Tiap bulan, ia memasok lebih dari tujuh merek rokok untuk beberapa karyawan.

Sistemnya "bayar di belakang" atau dibayar setelah gajian. Biasanya, ia akan langsung mengirimkan tagihan atas rokok yang telah dipesan ketika gaji bulanan masuk ke rekening.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Ramadhan, usaha yang dilakoninya sejak 2019 itu memberikan pemasukan lumayan besar untuk sebuah usaha sampingan. Terlebih, karyawan di kantornya memang doyan "ngebul". Ia mengaku bisa menjual lebih dari 10 slop rokok tiap bulannya.

Namun, sejak cukai rokok naik tahun lalu permintaan sedikit merosot. Beberapa pegawai di kantornya pelan-pelan mengurangi konsumsi untuk berhemat. "Ada beberapa yang minimal sebulan dia biasanya 30 bungkus, bisa berkurang jadi 25 bungkus karena sudah mahal," ucapnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (2/2).

Meski demikian, usahanya masih terus berjalan dan laris sampai sekarang. Rokok, bagaimana pun, sudah jadi semacam kebutuhan primer bagi para pelanggannya.

Untuk tahun ini, ia mengaku belum menaikkan harga jual karena telah memborong beberapa slop rokok untuk persediaan sampai beberapa bulan ke depan. Cara ini ia pakai untuk menunda kenaikan harga dan menghindari komplain pelanggan setianya di kantor.

Di samping itu, berdasarkan survei yang ia lakukan di beberapa minimarket, harga jual juga belum berubah. "Biasanya ke Indomaret dan Alfamart buat cek harga, terus kalau naik gue bilang customer kalo rokok naik," terangnya.

Tak berbeda jauh dengan Ramadhan, Eka, salah satu pemilik toko kelontong di Ciracas, Jakarta Timur, juga mengaku belum menaikkan harga jual rokok.

Hingga hari ini, harga rokok yang dijual masih relatif sama dengan 2020. Kendati demikian, untuk beberapa merek, harganya sudah naik sejak bulan lalu. Kenaikan tersebut, kata Eka, merupakan imbas dari dikereknya tarif cukai yang diterapkan bulan ini.

Beberapa merek rokok yang naik di antaranya Sampoerna A-Mild isi 16 batang dari Rp24.500 per bungkus menjadi Rp25.500 per bungkus.

Menurut Eka, kenaikan harga jual membuat sejumlah pelanggan beralih ke merek rokok yang lebih murah. Pelanggan Sampoerna A-Mild, misalnya, mulai mengganti rokok ke merek Surya Pro Mild yang harganya lebih murah.

"Bedanya lumayan jauh, sih, Sampoerna A-Mild itu, kan, Rp25.500. Kalau Surya Pro cuma Rp20.900. Lumayan hampir Rp5.000 bedanya," terang Eka saat ditemui di warungnya.

Ada pula yang memutuskan beralih dari jenis rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) ke Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang harganya masih di bawah Rp20 ribu. Salah satu merek rokok jenis SKT yang cukup naik daun, kata Eka, adalah Dji Sam Soe.

"Dji Sam Soe sekarang masih Rp18.500. Pada beli karena murah dan lebih lama rokoknya, lebih tebal mungkin ya. Yang penting kan ngebul," ungkapnya.

Seperti diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani resmi menaikkan tarif CHT atau cukai rokok rata-rata sebesar 12,5 persen mulai 1 Februari 2021. Ani, sapaan akrabnya, menyebut keputusan diambil dengan memperhatikan keberlangsungan tenaga kerja di industri terkait, petani tembakau, maupun industri itu sendiri.

Rinciannya, CHT untuk Sigaret Putih Mesin (SPM) golongan I naik sebesar 16,9 persen. SPM golongan 2A naik sebesar 16,5 persen dan untuk SPM golongan 2B naik 18,1 persen.

Kemudian cukai Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan I naik sebesar 16,9 persen, SKM golongan 2A naik 13,8 persen, dan SKM golongan 2B naik sebesar 15,4 persen.

Sementara, untuk industri rokok padat karya yang mempekerjakan banyak buruh atau Sigaret Kretek Tangan (SKT) tidak mengalami kenaikan. Ani berharap keputusan dapat menyeimbangkan antara pemangku kepentingan di industri tersebut sekaligus menekan konsumsi masyarakat dengan mengurangi keterjangkauan rokok di pasaran.

[Gambas:Video CNN]



(hrf/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER