Tanah Bersertifikat di RI Baru Capai 72 Juta Bidang

CNN Indonesia
Kamis, 04 Feb 2021 19:26 WIB
Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN Himawan Arief Sugotoada sekitar 126 juta bidang tanah di Indonesia. Tapi yang sudah bersertikat baru 72 juta bidang.
KPA menilai kebijakan digitalisasi bukti kepemilikan tanah atau sertifikat tanah elektronik tersebut belum dibutuhkan saat ini. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa).
Jakarta, CNN Indonesia --

Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN Himawan Arief Sugotoada menyatakan ada 126 juta bidang tanah di Indonesia. Namun, jumlah tanah yang telah bersertifikat berdasarkan data Kementerian ATR/BPN baru sebanyak 72,2 juta bidang dengan total luas sebesar 29.688.791 hektare (ha).

Dari total tersebut, 65,9 juta bidang tanah di antaranya bersertifikat hak milik (SHM). Kemudian, 5,3 juta bidang lainnya bersertifikat hak guna bangunan (HGB).

Ada pula bidang tanah yang bersertifikat hak guna usaha sebanyak 15,6 ribu bidang, hak pakai 796 ribu bidang, hak pengelolaan 5,7 ribu bidang dan tanah wakaf 161,1 ribu bidang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan demikian, dari total bidang tanah yang belum bersertifikat sekitar 54 juta bidang.

"Bidang tanah yang ada di Indonesia kan ada sekitar 126 juta bidang diprediksi, dan yang telah disertifikatkan 72 juta bidang," tegasnya dalam webinar Kebijakan Pertanahan Pasca-UU Cipta kerja, Kamis (4/2)

Sementara itu, dari total 54 juta bidang tanah yang belum bersertifikat, jumlah tanah yang dalam status sengketa dan belum bisa disertifikasi ada sekitar 6.000 bidang.

Menurut Himawan, tak semua sengketa tersebut berada dalam ranah Kementerian ATR/BPN sehingga penyelesaiannya bisa berlangsung cukup lama.

"Konflik yang ada yang tercatat di kita sekitar 6.000. Kalau kita hitung mungkin hanya nol koma sekian persen (dari total bidang yang belum dibebaskan). Memang walaupun kecil, kita pun tidak bisa ignore, karena ini juga bagian dari kita menyelesaikan sengketa," tandasnya.

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menilai masalah tersebut membuat kebijakan digitalisasi sebagai bukti kepemilikan tanah atau sertifikat tanah online belum dibutuhkan saat ini.

Pasalnya, proses sertifikasi tanah di Indonesia belum dilakukan sepenuhnya oleh BPN karena masih banyak tanah telantar dan bersengketa.

"Seharusnya, sebelum tanah disertifikasi, tanah didaftarkan dulu. Sertifikasi tanah itu tahap akhir," ucap Dewi kepada CNNIndonesia.com, Kamis (4/2).

Seperti yang diketahui, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menerapkan kebijakan digitalisasi bukti kepemilikan tanah atau sertifikat tanah elektronik. Langkah itu diambil demi efisiensi pendaftaran tanah, serta mengurangi jumlah sengketa hingga konflik dan perkara pengadilan mengenai pertanahan.

[Gambas:Video CNN]



(hrf/age)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER