PT Freeport Indonesia (PTFI) dan perusahaan asal China, Tsingshan Steel, tengah menjajaki kerja sama pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) tembaga di Weda Bay, Halmahera Tengah, Maluku Utara. Targetnya, dua pihak akan mencapai keputusan kerja sama pada Maret 2021 mendatang.
"Rencana pembangunan smelter copper (tembaga) di Weda Bay kerja sama Freeport dengan Tsingshan proses negosiasi masih jalan, targetnya akhir Maret ini kami bisa conclude (keputusan)," ujar Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Septian Hario Seto, dalam konferensi pers virtual, Jumat (5/2).
Menurut Septian, proses kerja sama tersebut cukup menarik bagi Freeport. Pasalnya, perseroan hanya akan mendanai 7,5 persen dari total kebutuhan investasi smelter tembaga tersebut senilai US$2,5 miliar. Sementara itu, kapasitas smelter tembaga itu diperkirakan mencapai 2,4 juta ton konsentrat tembaga (input).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Angkanya (investasi smelter tembaga) sekitar US$2,5 miliar, dan 92,5 persen akan dibiayai dari Tsingshan," katanya.
Nantinya, pihak Tsingshan tidak hanya membangun smelter tembaga, namun memiliki kewajiban untuk membangun hilirisasi tembaga. Seto menilai Tsingshan mempunyai kredibilitas untuk memenuhi persyaratan dan target pembangunan smelter tersebut.
"Kalau melihat track record (rekam jejak) yang dimiliki oleh Tsingshan dalam konstruksi di Morowali atau Weda Bay, so far mereka berkomitmen dari sisi timeline dan cost, kami perhatikan mereka sangat akurat," katanya.
Sementara proses negosiasi dengan Tsingshan masih berlangsung, ia memastikan pembangunan smelter Freeport di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), Gresik masih berjalan. Target pembangunan smelter Freeport di Gresik itu tidak berubah yakni pada Desember 2023.
"Kami masih negosiasi, sementara negosiasi yang JIIPE masih akan tetap jalan," katanya.
Ia menambahkan tembaga akan menjadi bahan baku strategi pada industri Energi Baru Terbarukan (EBT) baik kendaraan listrik, pembangkit EBT, panel surya, dan sebagainya. Oleh sebab itu, Indonesia harus mempersiapkan kondisi tersebut dengan mengembangkan industri pengolahan tembaga hingga melahirkan produk hilir.
"Ada 3 komoditas yang kita miliki jumlahnya signifikan yang ke depan akan berperan strategis dalam pengembangan EBT, pertama nikel untuk litium baterai, kedua tembaga, dan ketiga bauksit. Ini 2 komoditas lain yang sangat penting untuk pengembangan baterai," jelasnya.