PT Pertamina (Persero) berhasil mencetak untung atau laba bersih sebesar US$1 miliar atau sekitar Rp14 triliun (kurs Rp14 ribu per dolar AS) pada akhir tahun lalu. Padahal, pada semester I 2020, BUMN migas ini sempat buntung alias rugi Rp11 triliun.
Bahkan, Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini mengatakan perolehan laba perusahaan bisa bertambah gemuk, mengingat laporan keuangan perusahaan saat ini masih dalam proses audit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sebetulnya, realisasi laba Pertamina pada tahun lalu masih kalah jauh dibandingkan dengan perolehannya pada 2019 yang sebesar US2,53 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, lanjut Emma, perolehan tahun lalu tetap lebih baik, mengingat kondisi bisnis tak mendukung di tengah pandemi covid-19.
Ia mencontohkan perusahaan migas lain, seperti British Petroleum (BP) yang merugi Rp80 triliun dan Exxon rugi hingga ratusan triliun.
"Kami update semester I 2020 posisi rugi. Alhamdulillah, Desember 2020 posisinya laba US$1 miliar jadi Rp14 triliun," imbuh dia dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Selasa (9/2).
Menurut dia, ada beberapa strategi yang membuat Pertamina sukses mencetak laba pada tahun pandemi. Pertama, efisiensi biaya usaha.
Kedua, memiliki prioritas belanja modal sepanjang tahun lalu. Emma menyebut perusahaan memotong belanja modal dari US$6,4 miliar menjadi US$4,7 miliar.
Ketiga, peningkatan penjualan bahan bakar minyak (BBM) pada kuartal IV 2020. Keempat, penerapan marketing fee.
Kelima, menetapkan waktu terbaik untuk membeli minyak (time to buy). Pertamina disebut membeli minyak ketika harga masih dalam posisi rendah, sehingga biaya bisa ditekan.