Wakil Perdana Menteri Thailand Wissanu Krea-ngam berharap Thai Airways International segera menyerahkan rencana rehabilitasi atau restrukturisasi utang ke Pengadilan Kepailitan Sentral. Maskapai diambang kebangkrutan itu diberikan waktu hingga 2 Maret 2021.
Mengutip Bangkok Post, Selasa (9/2), Thai Airways International meminta pengadilan untuk memperpanjang tenggat waktu penyerahan rencana restrukturisasi utang. Namun, Wissanu yakin perusahaan akan segera menyerahkan rencana tersebut ke pengadilan.
Menurut Wissanu, Thai Airways International lambat dalam proses penyusunan rencana restrukturisasi karena perusahaan memiliki banyak kreditor. Selain itu, ada tujuh perencana restrukturisasi utang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Thai Airways International telah membuat perjanjian dengan pengadilan bahwa rencana restrukturisasi utang itu harus mendapatkan persetujuan dengan suara bulat. Namun, hal itu tidak mudah.
Untuk itu, Thai Airways International bertanya kepada pengadilan apakah rancangan rencana restrukturisasi utang hanya bisa menerima suara mayoritas. Namun, pengadilan bersikeras harus ada kesepakatan awal dari seluruh kreditor dan perencana restrukturisasi utang.
Sementara, Wissanu menyatakan ada beberapa cara untuk mengelola utang Thai Airways International. Salah satunya adalah pemotongan utang. Hanya saja, mayoritas kasus melibatkan perpanjangan tenggat waktu pembayaran utang.
Diketahui, Thai Airways International kehilangan statusnya sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ketika Kementerian Keuangan mengurangi kepemilikannya di maskapai itu hingga di bawah 50 persen. Hal itu membuat perusahaan mencari bantuan dengan berutang.
Pengadilan Kebangkrutan Sentral menyetujui rencana pemulihan tahun lalu setelah pandemi covid-19 menghentikan sebagian besar armada perusahaan. Sejauh ini, total utang Thai Airways International mencapai 338,9 miliar baht terhadap total aset 298,9 miliar bath per 30 September 2020.
Restrukturisasi ini diperlukan untuk menyelamatkan eks BUMN itu dari ancaman bangkrut karena pandemi covid-19. Melansir CNN.com, Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha mengatakan kabinetnya menimbang beberapa opsi untuk maskapai Thai Airways International yang terdampak covid-19, termasuk melakukan likuidasi.
Namun, Prayut mengungkapkan pilihan itu tidak jadi diambil karena lebih dari 20 ribu pegawai akan kehilangan pekerjaan. Mengacu data akhir tahun lalu, maskapai Thai Airways memiliki 21 ribu karyawan.