Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menduga ada dua borok dalam pengelolaan investasi yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Pertama, penempatan dana di saham bodong.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan Dewan BPJS Ketenagakerjaan selama ini tak mendapatkan informasi secara jelas terkait penempatan investasi BPJS Ketenagakerjaan. Informasi ini didapat langsung dari pengakuan Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan.
"Misalnya blue chip dan non blue chip. Dasar pertimbangannya apa, tidak pernah dijelaskan," ucap Said dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (10/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, ada pemberian komisi kepada pihak yang menentukan investasi di BPJS Ketenagakerjaan. Dengan demikian, keputusan penempatan investasi bukan berdasarkan fundamental dari masing-masing saham, tapi karena komisi tersebut.
"Jadi tidak adil terhadap penempatan saham," imbuh Said.
Ia mengaku tak terima jika Kejaksaan Agung (Kejagung) nantinya menyatakan bahwa kerugian yang ditimbulkan dalam pengelolaan investasi di BPJS Ketenagakerjaan hanya karena fluktuasi pasar modal dan risiko bisnis. Menurutnya, realisasi hasil investasi BPJS Ketenagakerjaan yang sebesar 7,38 persen pada 2020 tidak wajar.
"Ini memang di atas bunga deposito hasil investasinya, tapi kenapa tidak 9 persen, 10 persen. Ini akibat salah kelola jadi patut diduga korupsi dan ada potensi kehilangan keuntungan," jelas Said.
Said meminta agar pihak Kejagung dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera mengumumkan hasil pemeriksaan terhadap BPJS Ketenagakerjaan. Ia mengaku heran Kejagung belum juga menetapkan tersangka hingga saat ini.
"Kami pertanyakan Kejagung sudah satu bulan mengapa tidak ditetapkan siapa tersangkanya," ucap Said.
Ia menegaskan proses pemeriksaan harus bersifat transparan. Pasalnya, dana yang sedang diperiksa oleh Kejagung adalah uang buruh yang dititipkan di BPJS Ketenagakerjaan.
Diketahui, Kejagung sudah menggeledah kantor BPJS Ketenagakerjaan pada 18 Januari 2021 lalu. Sejumlah dokumen pun diamankan.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Ali Mukartono meduga ada korupsi dalam pengelolaan uang dan dana investasi di BPJS Ketenagakerjaan. Modusnya, serupa dengan yang terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Pihak Kejagung sedang memeriksa dana investasi BPJS Ketenagakerjaan yang diduga merugikan negara sebesar Rp43 triliun.
Kerugian diduga terjadi karena ada unrealized loss (penurunan nilai investasi). Deputi Direktur Bidang Humas dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh Banja menyatakan unrealized loss adalah kondisi penurunan nilai aset investasi saham atau reksa dana sebagai dampak dari fluktuasi pasar modal yang tidak bersifat statis.
"Unrealized loss tidak merupakan kerugian selama tidak dilakukan realisasi penjualan aset investasi saham atau reksa dana yang mengalami unrealized loss tersebut," ucap Utoh dalam keterangan resmi.
Menurut Utoh, BPJS Ketenagakerjaan selama ini hanya menjual aset investasi saham dan reksa dana yang sudah membukukan keuntungan. Artinya, saham dan reksa dana yang terkoreksi masih disimpan dalam aset portofolio BPJS Ketenagakerjaan.
"Ini (unrealized loss) risiko yang tidak dapat dihindarkan setiap investor, termasuk BPJS Ketenagakerjaan, ketika menempatkan dana pada instrumen investasi di pasar modal seperti saham dan reksadana," pungkas dia.
(aud/agt)