Anak Buah Luhut Taksir Potensi Devisa Awak Kapal Rp151,2 T

CNN Indonesia
Kamis, 18 Feb 2021 08:42 WIB
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mencatat sekitar 1,2 juta anak buah kapal (ABK) menjadi pekerja migran Indonesia. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia --

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) memperkirakan potensi devisa negara dari anak buah kapal (ABK) asal Indonesia bisa mencapai Rp151,2 triliun per tahun.

Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves Basilio Dias Araujo mengatakan ada sekitar 1,2 juta awak kapal yang tercatat sebagai pekerja migran Indonesia (PMI). Mereka digaji menggunakan standar internasional baik di kapal niaga maupun kapal ikan.

"Para pelaut itu, rating pendapatannya sekitar US$750, dan kalau kita bikin rata-ratanya kapal niaga sama kapal ikan, kita kalikan angkanya dengan 1,2 juta orang, kemudian kita kalikan 12 bulan, maka sumbangan dari pekerja maritim kita atau pelaut adalah kira-kira Rp150 triliun," ucap Basilio dalam konferensi pers, Rabu (17/2).

Basilio melanjutkan potensi lain yang dapat mendatangkan devisa terbesar bagi negara adalah dari sektor perikanan. Menurut data Asosiasi Tuna Indonesia, sektor perikanan di Pasifik saja tiap tahunnya membutuhkan sekitar 200 ribu pelaut.

Dengan asumsi 150 ribu pelaut asal Indonesia dengan gaji US$500 per bulan (sekitar Rp7 juta) serta 50 ribu pelaut lainnya yang berpangkat perwira bergaji US$1.500 per bulan (sekitar Rp21 juta), nilai devisa negara yang masuk bisa mencapai Rp25,2 triliun.

"Kalau angka 200 ribu pelaut ini kita gabung pelaut ratings dan perwira, dan katakanlah yang ratings 150.000, perwira 50.000, lalu gajinya kita kasih rata-rata misalnya untuk ratings Rp7 juta, dan perwira Rp21 juta maka satu tahun akan temukan angka Rp25,2 triliun," kata Basilio.

Selain devisa, pemerintah juga membidik potensi penerimaan negara dari layanan pertukaran awak kapal (crew change) yang diperkirakan mencapai sekitar Rp10 triliun.

Basilio menuturkan kementerian/lembaga telah menyepakati dibukanya lima pelabuhan titik crew change, yakni di Batam, Merak, Tanjung Priok, Benoa dan Makassar. "Indonesia bisa dapat potensi pendapatan negara antara Rp5 triliun-Rp10 triliun kalau kita bisa layani fasilitas turun naiknya pelaut," jelasnya.

Ia mencontohkan hitungan penerimaan negara dari kegiatan crew change di Batam atau Selat Malaka yang setiap tahun dilewati sekitar 90 ribu kapal.

Dengan estimasi ada 5-10 awak kapal yang naik turun, dengan pengeluaran satu orang sekitar Rp5 juta, maka negara bisa memperoleh Rp2 triliun hingga Rp5 triliun setiap tahun.

"Itu baru di Selat Malaka. Padahal, sebenarnya, potensi di Selat Malaka bisa lebih dari itu. Potensi di Selat Malaka sekarang itu bisa lakukan penukaran awak kapal antara 200-300 orang," katanya.

Basilio menjelaskan peluang bisnis pertukaran awak kapal jadi target penerimaan baru pemerintah sejak Indonesia dalam Joint Ministerial Statement of The International Maritime Virtual Summit on Crew Changes pada Juli 2020.

Kepentingan Indonesia dalam komitmen tersebut sangat tinggi karena Indonesia merupakan penyuplai pelaut terbesar ketiga di dunia sehingga banyak awak kapal Indonesia yang terdampak pandemi.

Dengan memfasilitasi pertukaran awak kapal, pemerintah berharap bisa menggerakkan perekonomian daerah di masa pandemi sekaligus menunjukkan kepemimpinan Indonesia sebagai anggota International Maritime Organization (IMO) yang terlibat aktif untuk ikut mencari solusi bagi masalah global.

"Kami minta semua lembaga yang ada di pelabuhan bisa menyiapkan diri dan kita buktikan di lima pelabuhan yang ditetapkan itu, semua siap dengan protokol Covid-19 sesuai standar IMO, WHO, ILO. Itu standar yang dipakai di pelabuhan untuk bisa melayani crew change," pungkasnya.



(hrf/sfr)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK