BI Pangkas Proyeksi Ekonomi RI Jadi Maksimal 5,3 Persen
Bank Indonesia (BI) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional dari 4,8 persen sampai 5,8 persen menjadi 4,3 persen sampai 5,3 persen pada tahun ini. Penurunan ini utamanya mempertimbangkan realisasi pertumbuhan Indonesia yang terkontraksi 2,07 persen pada 2020.
"Ini alasan kenapa kami merevisi pertumbuhan ekonomi 2021," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo saat konferensi pers virtual, Kamis (18/2).
Kendati menurunkan proyeksi, namun Perry mengatakan sinyal pemulihan ekonomi tetap berlanjut. Salah satunya muncul dengan bergulirnya program vaksinasi nasional.
"Program vaksinasi dipercepat presiden, sehingga akan meningkatkan mobilitas," ucapnya.
Selain itu, pemerintah dan BI juga sudah memberikan beberapa kebijakan yang diyakini bisa mendorong konsumsi masyarakat. Kebijakan ini akan mengerek daya beli masyarakat.
Salah satunya, relaksasi Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil baru mulai 1 Maret 2021 dari pemerintah. Lalu, BI melengkapinya dengan memberikan kebijakan penurunan batas uang muka (down payment/DP) untuk pembelian mobil sebesar nol persen.
BI juga turut melonggarkan aturan rasio pinjaman (Loan to Value/LTV) untuk pembelian properti segala jenis mencapai 100 persen. Hal ini membuat DP pembelian properti bisa nol persen.
"Sinergi ini untuk perbaikan ekonomi ke depan dan akan terus berlanjut dengan didorong vaksinasi," tuturnya.
Di sisi lain, Perry mengatakan proyeksi ini membuat BI mulai terbatas untuk menurunkan tingkat suku bunga acuan ke depan. Pada hari ini, suku bunga acuan baru saja diturunkan sebesar 25 basis poin (bps) dari 3,75 persen menjadi 3,5 persen.
"Tentu saja ruang penurunan suku bunga semakin terbatas, tapi bukan berarti BI tidak punya pilihan lain," ujarnya.
BI, kata Perry, masih bisa memberikan stimulus terhadap ekonomi domestik dengan kebijakan lain, misalnya pelonggaran kebijakan makroprudensial, menjaga nilai tukar rupiah agar tetap stabil, hingga mengembangkan digitalisasi sistem pembayaran.