Presiden Jokowi mengubah ketentuan hunian berimbang untuk perumahan skala besar. Ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Pemukiman.
Dalam beleid tersebut, pengembang diperbolehkan tidak menjalankan kewajiban pembangunan rumah MBR untuk pemenuhan hunian berimbang. Sebagai gantinya, pengembang dapat membayar dana konversi yang akan dikelola oleh pemerintah.
"Sebagai langkah strategis, diatur alternatif pemenuhan kewajiban pemenuhan Hunian Berimbang bagi pelaku pembangunan, yakni dengan adanya konversi ke dalam bentuk rumah susun umum yang dibangun dalam 1 (satu) hamparan yang sama atau bentuk dana untuk pembangunan rumah umum," tulis penjelasan beleid tersebut, dikutip CNNIndonesia.com, Selasa (23/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, ketentuan hunian berimbang mewajibkan setiap pengembang pengembang properti untuk membangun rumah tapak atau rumah susun murah terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Dalam Pasal 21 F beleid tersebut, dijelaskan bahwa konsep hunian berimbang adalah pengembangan rumah tapak dengan perbandingan klasifikasi rumah mewah, menengah dan sederhana (untuk MBR) 1:2:3.
Artinya, dalam membangun satu rumah mewah, pengembang wajib mengimbanginya dengan 2 rumah tunggal/deret menengah dan 3 rumah tunggal/deret sederhana. Rumah tersebut wajib dibangun dalam satu hamparan atau tidak dalam satu hamparan tetapi pada satu wilayah kabupaten atau kota.
Namun kini pembangunan rumah sederhana untuk MBR tak lagi diwajibkan sebab pengembang bisa memilih seperti tercantum dalam Pasal 21 G yang berbunyi sebagai berikut:
"Dalam hal rumah sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 F ayat (1) tidak dapat dibangun dalam bentuk rumah tunggal atau rumah deret, rumah sederhana dapat dikonversi dalam:
a. Bentuk Rumah susun umum yang dibangun dalam 1 (satu) hamparan yang sama; atau
b. bentuk dana untuk pembangunan rumah umum."
Lebih lanjut dalam melakukan pengelolaan dana konversi sebagai alternatif pemenuhan kewajiban hunian berimbang bagi pelaku, pemerintah membentuk Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan.
Sementara dalam Pasal 21 G ayat (3), penghitungan konversi rumah sederhana hunian berimbang dalam bentuk dana harus mempertimbangkan beberapa hal.
Di antaranya, jumlah kewajiban rumah sederhana, harga jual rumah sederhana bersubsidi yang ditetapkan pemerintah pusat, persentase harga pokok produksi terhadap harga jual, faktor pengali dengan memperhitungkan nilai uang atas waktu (time value of money), dan dana imbal jasa pengelolaan.
"Penghitungan konversi bentuk dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 G ayat (3) wajib diajukan oleh pelaku pembangunan kepada Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan," jelas Pasal 21 H PP tersebut.
(hrf/agt)