KPPU Pelajari Penggunaan Algoritma Dalam Penetapan Harga

CNN Indonesia
Rabu, 03 Mar 2021 02:00 WIB
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan mempelajari penggunaan algoritma untuk penetapan harga. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan mempelajari penggunaan algoritma untuk penetapan harga. Pertimbangannya, penggunaan algoritma untuk penetapan harga banyak dilakukan oleh perusahaan digital.

Ketua KPPU Kodrat Wibowo mengatakan hal tersebut dilakukan oleh KPPU guna memastikan persaingan usaha yang sehat di sektor digital, sehingga tidak merugikan konsumen

"Faktanya pada perkara yang kami tangani, produk dan jasa mereka untuk menentukan harganya sudah gunakan algoritma. Jadi, kami merasa sangat perlu untuk melakukan pemahaman mendalam, ada beberapa penelitian yang akan kami lakukan mengenai proses algoritma harga ini pada proses penentuan harga di Indonesia," ujar Kodrat dalam Webinar Algoritma Vs Persaingan Usaha, Selasa (2/3).

Menurutnya, Indonesia memiliki potensi besar ekonomi digital ke depannya. Dengan demikian, ia menilai semua pihak harus mengantisipasi perkembangan tersebut, termasuk KPPU sendiri.

Bahkan, praktik pengawasan algoritma untuk penetapan harga sudah mulai dikembangkan oleh KPPU di sejumlah negara.

"KPPU Eropa di sana menyiapkan pasal yang menjadi amandemen bagi uu mereka, di mana menganggap bahwa algoritma itu entitas, as a person, dianggap sebagai manusia yang menentukan harga. Tapi saya tidak tahu bagaimana kabar terakhirnya," terang dia lagi.

Komisioner KPPU Ukay Karyadi mencontohkan penggunaan algoritma untuk menetapkan harga adalah aplikasi Grab dan Gojek. Misalnya, tarif layanan ojek online dari Grab dan Gojek cenderung lebih tinggi ketika jam sibuk (rush hour) dibandingkan ketika jam sepi penumpang. Serupa, tarifnya menjadi mahal ketika hujan, dibandingkan dengan kondisi normal.

Menurutnya, tarif tersebut ditentukan oleh algoritma mesin. Ini berbeda dengan angkutan konvensional dengan tarif flat atau tetap di jam sibuk atau lengang.

"Itu tentunya bukan orang yang mengatur tapi sistem yang mengatur, itu contohnya," ucapnya.

Ia menegaskan penetapan harga menggunakan algoritma masih menjadi jangkauan dari ranah pengawasan KPPU lantaran masih mengandung unsur bisnis yang memunculkan aspek persaingan usaha. Namun, ia mengaku hal tersebut menjadi tantangan bagi KPPU maupun ahli persaingan usaha untuk mendalami perilaku perusahaan yang menggunakan algoritma.

"Tentunya bersekongkol manual, orang mengobrol bersepakat akan beda dengan bersekongkol dengan algoritma. Ini lebih canggih tidak ketahuan sekongkol, tapi tentunya bisa dirasakan dampaknya oleh masyarakat," tuturnya.

Ia mengatakan sejumlah kasus pelanggaran persaingan usaha berbasis algoritma pernah terjadi di luar negeri. Salah satunya, kasus Poster Cartel Case yang menyeret Amazon pada 2015 lalu.

Dalam kasus itu, seorang direktur perusahaan yang menjual poster secara online, David Topkins, membuat kesepakatan harga dengan pedagang online di Amazon. Tujuannya untuk menetapkan, menaikkan, dan menstabilkan harga poster yang dijual di seluruh AS lewat Amazon.

David kemudian membuat algoritma di perusahaannya untuk menerapkan harga sesuai dengan kesepakatan yang dibuat.

"Ini adalah praktik tacit collusion yang harus kita waspadai, jadi mereka berkolusi diam-diam tidak ada yang mengetahuinya, bahkan mungkin pemilik saham tidak tahu karena sudah semua mesin yang mengatur," jelasnya.



(ulf/age)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK