PT Jasa Marga (Persero) Tbk buka suara soal rencana Menteri BUMN Erick Thohir melakukan swastanisasi atau melepas anak usaha perusahaan pelat merah yang memiliki pendapatan kurang dari Rp50 miliar.
Menurut Direktur Keuangan Jasa Marga Donny Arsal hal ini sebenarnya tidak bisa serta merta dilakukan di perusahaan pengelola jalan tol itu. Sebab, menurut ketentuan perundang-undangan, pihaknya memang perlu satu entitas anak usaha untuk mengelola satu ruas jalan tol.
"Jadi spesifik masing-masing anak usaha melekat di masing-masing konsesinya. Jadi tidak dilakukan restrukturisasi karena sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan perjanjian BPJT-nya juga," jelas Donny dalam diskusi virtual, Senin (8/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Donny, bila ada keinginan dari pemerintah untuk merampingkan jumlah anak usaha BUMN di bidang jalan tol, maka perlu aturan dari kementerian teknis, yaitu Kementerian PUPR. Pasalnya, ketentuan pelaksanaan bisnis ini mengacu pada aturan turunan dari kementerian tersebut.
"Jadi apakah dimungkinkan, kita sih ikut saja sebenarnya, tapi standarnya sih satu anak usaha kelola satu jalan tol sesuai peraturan," katanya.
Lebih lanjut, bila nantinya ada perubahan aturan, kemungkinan satu anak usaha bisa mengelola beberapa ruas jalan tol. Tapi, tak semua bisa digabung.
Sementara Ekonom Universitas Indonesia Toto Pranoto menilai keinginan Erick Thohir untuk menswastanisasi para BUMN dan anak usahanya sejatinya bukan rencana baru. Ini sudah pernah digaungkan oleh menteri sebelumnya Rini Soemarno.
Swastanisasi cocok menyasar perusahaan negara yang sudah tidak sehat secara finansial, perusahaan yang sudah tidak diperlukan lagi perannya di suatu bidang usaha karena sudah banyak yang mengusahakan, dan beberapa pertimbangan lainnya.
"Tapi kenapa penting? Supaya Kementerian BUMN ke depan lebih fokus kelola supaya BUMN bisa kerja lebih kompetitif, sehingga bisa kurangi BUMN yang sudah tidak ideal dan ini lebih baik," kata Toto.
Menurutnya, memang lebih baik pemerintah fokus pada perusahaan pelat merah yang sudah punya prestasi dan kinerja baik. Misalnya, saat ini ada 20 BUMN teratas yang akumulasi pendapatannya sudah mencapai 90 persen dari total pendapatan seluruh perusahaan negara.
Begitu juga dari sisi aset, nilai aset 20 BUMN teratas kini sudah menyumbang 85 persen dari total aset perusahaan negara secara keseluruhan. Maka, perusahaan-perusahaan yang seperti ini yang perlu lebih difokuskan.
Kendati begitu, Toto mengatakan ada beberapa hal yang perlu dilakukan sebelum swastanisasi dilakukan. Pertama, memastikan kinerja perusahaan yang akan dilepas sudah cukup netral.
Kebetulan pemerintah sudah menyadari hal ini. Maka dibuatlah PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA untuk memperbaiki kinerja BUMN yang terlanjur buruk.
Caranya, PPA mengambilalih sementara operasional perusahaan tersebut sembari disehatkan.
"Dengan cara ini, idealnya BUMN yang dimiliki dan dikelola jadi bisa berkurang," imbuhnya.
Kedua, perbaiki lagi tata kelola di BUMN yang buruk. Caranya dengan meningkatkan pengawasan dan pengelolaan, serta komunikasi antara pemerintah dan DPR.
"Mudah-mudahan bisa lebih cepat dan kita ingin BUMN lebih sehat dan kompetitif, sehingga sustainability bisa lebih dijaga," jelasnya.
Sebelumnya, Erick Thohir ingin menswastanisasi BUMN yang berpendapatan di bawah Rp50 miliar. Beberapa BUMN yang tak perlu misalnya yang bergerak di sektor air minum dan pemasok aspal.
"Ngapain ada BUMN perusahaan air minum, BUMN memasok aspal ke BUMN-BUMN kontraktor, karya-karya, untuk apa. Tutup-tutupin saja," ujarnya.
Erick juga berniat untuk menutup puluhan anak usaha PT PLN (Persero). Ia menyatakan PLN sejauh ini memiliki 70 anak usaha.
"PLN ada 70 perusahaan, kami targetkan jadi 50 perusahaan (anak usaha)," ucapnya.
(uli/agt)