Survei Bank Indonesia (BI) per Februari 2021 mencatat sekitar 90,8 persen rumah tangga di dalam negeri belum berencana mengajukan utang ke lembaga keuangan, seperti bank dan perusahaan pembiayaan lainnya dalam waktu tiga bulan ke depan atau pada kuartal II 2021.
Sedang sisanya, sekitar 9,2 persen memiliki rencana mengambil pembiayaan."9,2 persen dari responden yang tidak melakukan penambahan pembiayaan memiliki rencana untuk menambah pembiayaan pada waktu mendatang," terang Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, Jumat (19/3).
Kendati demikian, tak diungkapkan apa alasan 90,8 persen rumah tangga belum berencana mengambil utang dari bank. Tapi, mereka yang berencana mengambil utang utamanya berencana menarik kredit dari bank umum, di mana pangsanya mencapai 56,4 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:OJK Sebut Pasar Modal Mulai Pulih |
Sisanya berencana mengambil dari koperasi sekitar 13,1 persen, pinjaman dari teman 10,3 persen, dan perusahaan pembiayaan 10,1 persen. Sementara, untuk jenis kredit yang rencananya ditarik, utamanya berupa kredit multi guna (KMG) mencapai 58,6 persen.
Lalu, sekitar 15,7 persen ingin mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB) 10,9 persen.
Hal ini bertepatan dengan insentif bebas pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dari pemerintah dan uang muka (down payment/DP) nol persen dari BI untuk pembelian kendaraan bermotor dan properti.
Di sektor korporasi, hasil survei BI mencatat kebutuhan pembiayaan tiga bulan korporasi yang diukur dari indikator Saldo Bersih Tertimbang (SBT) diperkirakan berada di kisaran 26,5 persen untuk tiga bulan ke depan.
Posisinya sedikit turun dari hasil survei pada bulan sebelumnya di kisaran 27,1 persen.
Sektor yang butuh pembiayaan besar adalah pertanian, perikanan, kehutanan, perdagangan, transportasi, pergudangan, pertambangan, dan penggalian.
Sebagian besar responden menjawab kebutuhan pembiayaan yang meningkat akan digunakan untuk mendukung aktivitas operasional mencapai 84,9 persen.
Sisanya, untuk mendukung pemulihan permintaan domestik pasca penerapan new normal 26 persen dan membayar kewajiban jatuh tempo pinjaman 21,9 persen. Tapi mayoritas dari kebutuhan dana itu masih ditutup kemampuan dana sendiri mencapai 61,6 persen.
Sedang 19,9 persen di antaranya berencana mengajukan pinjaman ke perusahaan induk. Lalu, pinjaman ke bank 19,2 persen, dan pemanfaatan fasilitas kelonggaran listrik atau efisiensi 15,1 persen.
Untuk sektor yang masih melambat kebutuhan pembiayaannya adalah industri pengolahan, konstruksi, dan real estate. Hal ini utamanya karena masih lemahnya permintaan dari negara mitra dagang.
"Masih berlanjutnya penundaan rencana investasi dan pesimisme akan peningkatan permintaan masyarakat," pungkasnya.