Kendati kaya raya dan dielu-elukan oleh sebagian besar masyarakat, Masiyiwa tak dihargai oleh pemerintahnya. Ia mendapatkan persekusi dari pemerintah setempat. Karenanya, ia sempat melarikan diri ke Afrika Selatan.
Ia menetap di sana selama 10 tahun dan mendirikan The Econet Wireless Group, bisnis baru yang terpisah dari entitasnya di Zimbabwe.
Bisnis barunya mencakup Econet Wireless International, Mascom Wireless Botswana, Airtel Nigeria, Econet Satellite Services, Lesotho Telecom, Rwanda Telecom, Econet Wireless Burundi, Solarway.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak hanya di Afrika, Masiyiwa juga merambah bisnis telekomunikasi di Inggris, AS, Amerika Latin, Selandia Baru.
Setelah 10 tahun sukses besar di Afrika Selatan, Masiyiwa memutuskan hijrah ke London. Secara total, operasi bisnisnya tercatat di lebih dari 20 negara di Afrika. Belum termasuk, entitas bisnisnya di Uni Emirat Arab dan China.
Dermawan
Sepak terjang Masiyiwa menggema hingga membuatnya mendapatkan kursi di PBB sebagai dewan penasihat. Sebelumnya, sederet penghargaan bergengsi telah diraihnya, seperti satu dari 10 orang muda paling berprestasi di dunia.
Pada 2002, ia sempat masuk dalam daftar Times Global Business Influentials. Jajak pendapat CNN bahkan mendapuk Masiyiwa sebagai salah satu pengusaha paling berpengaruh di dunia.
Ia juga dinobatkan sebagai satu dari 25 Leaders of Africa's Renaissance Award pada 2011 lalu, dan menjadi satu dari 20 pebisnis paling kuat di Afrika oleh Forbes.
Tidak heran, nama Masiyiwa banyak terpampang sebagai anggota dewan di banyak perusahaan kelas kakap dan lembaga, seperti Unilever, Netflix, Bank of America, Prince of Wales Trust, The Rockefeller Foundation, hingga Universitas Stanford.
Pun demikian banyak yang digelutinya, Masiyiwa tetap dikenal sebagai salah satu dermawan paling produktif. Ia menggunakan kekayaannya sendiri membangun program dukungan terbesar untuk mendidik anak yatim piatu di Afrika.
Ia juga terlibat dalam banyak kampanye kesehatan melawan HIV/AIDS, kanker serviks, malnutrisi, ebola, dan yang teranyar, covid-19.