Bank Indonesia (BI) mencatat likuiditas nasional atau uang beredar dalam arti luas (M2) mencapai Rp6.810,5 triliun pada Februari 2021. Jumlahnya meningkat 11,3 persen secara tahunan dari Februari 2020.
Direktur Eksekutif sekaligus Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menyatakan peningkatan jumlah uang beredar (M2) didukung jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) yang tumbuh 18,7 persen pada bulan yang sama. Sementara pertumbuhan uang kuasi tumbuh 9,7 persen.
"Berdasarkan faktor yang mempengaruhi, pertumbuhan M2 pada Februari 2021 dipengaruhi oleh tetap tingginya tagihan bersih kepada pemerintah pusat, perlambatan aktiva luar negeri bersih, dan penurunan kredit,"kata Erwin dalam keterangan resmi, Kamis (25/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tercatat, tagihan bersih pemerintah pusat sebesar 50,8 persen secara tahunan atau melambat dari sebelumnya 54,8 persen.
"Perlambatan tersebut disebabkan oleh peningkatan kewajiban sistem moneter kepada pemerintah pusat berupa simpanan dalam rupiah," terangnya.
Sementara pertumbuhan aktiva luar negeri bersih sekitar 11,5 persen atau melambat dari sebelumnya 14,9 persen pada Januari 2021.
"Hal tersebut disebabkan oleh perlambatan tagihan sistem moneter kepada bukan penduduk terutama beripa kepemilikan surat berharga," tuturnya.
Sedangkan pertumbuhan kredit terkontraksi 2,3 persen secara tahunan. Kontraksi lebih dalam dari sebelumnya 2,1 persen pada Januari 2021.
"Pelemahan kinerja kredit perbankan disebabkan oleh penurunan kredit kepada debitur pemda dan IKNB. Kredit kepada korporasi dan perorangan tumbuh stabil, yaitu masing-masing minus 4,1 persen dan 0,6 persen," jelasnya.
Berdasarkan penggunaannya, kredit modal kerja (KMK) minus 3,8 persen, kredit investasi minus 1,6 persen, dan kredit konsumsi minus 1,2 persen.
Kemudian, kredit properti tumbuh 4,4 persen dan kredit konstruksi 6,3 persen. Sementara Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) tumbuh 3,8 persen.
"Terutama didorong oleh peningkatan kredit KPR tipe 22 sampai dengan 70," ujarnya.
Sedangkan kredit real estate tumbuh 2,3 persen. "Terutama gedung perbelanjaan atau mal plaza di DKI Jakarta dan Jawa Tengah," ucapnya.
Kredit UMKM minus 2,7 persen dan kredit usaha menengah 5,2 persen. "Penurunan kredit UMKM terjadi baik pada jenis penggunaan investasi maupun modal kerja," paparnya.
Sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 10,2 persen menjadi Rp6.401,8 triliun. Namun, DPK melambat dari bulan sebelumnya 11,1 persen.
"DPK dipengaruhi oleh perlambatan tabungan dan deposito baik dalam rupiah maupun valas," katanya.
Rinciannya, tabungan melambat dari 11,8 persen menjadi 11,2 persen. Lalu, simpanan berjangka alias deposito melambat dari 6,4 persen menjadi 4,2 persen.
"Hal ini sejalan dengan tren penurunan suku bunga simpanan. Perlambatan tabungan dan simpanan terjadi pada bank di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Sebaliknya, giro justru naik dari 19,2 persen menjadi 20,7 persen, baik yang rupiah maupun valas. Khususnya di DKI Jakarta dan Kalimantan Selatan.