Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terjun hingga 2,97 persen, yaitu dari 6.195 menjadi 6.011 pada perdagangan pekan lalu. Dana asing yang minggat dari pasar modal mencapai Rp2,3 triliun.
Kepala Riset Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma menyebut tekanan cukup dalam yang diterima indeks saham disebabkan oleh beberapa sentimen negatif.
Di antaranya, belum stabilnya imbal hasil (yield) obligasi jangka panjang Amerika Serikat (AS). Sentimen negatif dari dalam negeri, pasar bereaksi negatif terhadap rencana BPJS Ketenagakerjaan mengurangi portofolio investasi saham.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, BPJS Ketenagakerjaan pada akhir 2020 menyebut dari total dana kelolaan sebesar Rp486,38 triliun, 17 persen di antaranya ditempatkan di keranjang saham. Ini artinya, sebesar Rp82,68 triliun dana ditempatkan dalam instrumen saham.
Kemudian, pada Februari 2021, BPJS Ketenagakerjaan memperbarui datanya dan mengungkap dari dana kelolaan Rp489,89 triliun, alokasi aset di saham diperkecil menjadi 14 persen.
Hal itu dilakukan karena dana jaminan tua (JHT) sejak 2018 hingga Februari 2021 susut alias defisit. Menurut Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo, instrumen saham dan reksa dana memiliki risiko pasar yang membuat dana investasi BPJS Ketenagakerjaan turun atau unrealized loss.
Walau begitu, Suria menilai belum tentu pengkerdilan alokasi portofolio saham yang dipegang BPJS TK dilakukan dengan menjual kepemilikan saham. Melainkan, dengan menambah porsi di obligasi atau deposito dari dana kelolaan yang baru.
Dengan demikian, portofolio saham memang mengecil di atas kertas tanpa harus menjual saham yang sudah dimiliki.
"Sebetulnya, (portofolio saham mengecil) belum pasti jual, karena dana BPJS Ketenagakerjaan masih terus bertambah. Mungkin ke depan, obligasi ditambah, saham ngga ditambah. Itu sudah mengurangi porsi saham. Bukan berarti mereka mesti jual tapi kan yang namanya pasar bereaksi dulu," jelasnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (5/4).
Walau masih bersifat teknikal rebound, namun Suria menuturkan indeks saham telah mendapatkan momentum penguatan pada perdagangan Kamis (1/4), kala IHSG menguat 0,43 persen ke 6.011 dari 5.985.
Pun demikian, ia meminta agar investor berhati-hati dan memperhatikan beberapa hal dalam pekan ini. Pertama, yield atau imbal hasil obligasi jangka panjang AS. Apabila yield naik, maka otomatis obligasi Indonesia juga akan ikut terkerek.
Berkorelasi terbalik, saat yield obligasi naik, umumnya harga saham bakal tertekan. Selain itu, ia juga meminta investor untuk memantau pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. "Kalau rupiah melemah, jarang indeks menguat," terang dia.
Di sisi lain, pasar juga diwarnai oleh kabar menggembirakan yang mengindikasikan menggeliatnya aktivitas perekonomian. Dari dalam negeri, Purchasing Managers Indeks (PMI) manufaktur Maret 2021 menembus posisi 53,2, tertinggi sejak 2014.
Sedangkan dari luar, Kementerian Ketenagakerjaan AS mencatat pemberi kerja menambahkan 916 ribu pekerjaan pada Maret lalu, menjadi yang terbesar sejak Agustus 2020.
Kenaikan tercatat signifikan, yakni dari 468 ribu pekerjaan pada Februari 2021. Angka ini jauh lebih baik dari konsensus ekonom di level 647 ribu pekerjaan.
"Pekan ini kalau level 6.000 bisa bertahan bagus, rentang pergerakan antara 5.850-6.150," tambahnya.
Lebih jauh, Suria masih menjagokan sektor konsumer, baik itu konsumer staples ataupun peternakan (poultry) dengan saham-saham pilihannya, yaitu INDF, ICBP, JPFA, CPIN, dan WMUU.
Dia juga menyarankan untuk memantau saham-saham yang memiliki tingkat dividen yield (rasio harga dividen saham) tinggi. Salah satunya adalah saham PT Bukit Asam Tbk atau PTBA.
Sementara itu, Kepala Riset NH Korindo Sekuritas Anggaraksa Arismunandar memprediksi indeks saham pada pekan ini masih akan tertekan dan berpotensi bergerak kembali di bawah level psikologis 6.000.
Dia menilai kembalinya IHSG ke level 6.000 pada Kamis (1/4) lalu, baru sebatas teknikal rebound. Ada potensi dana asing keluar dari pasar modal masih 'terjebak' sentimen yield obligasi. "Dari domestik, kabar rencana BPJS Ketenagakerjaan untuk mengurangi porsi kepemilikan di saham dan reksadana menjadi faktor pemberat," katanya.
Angga menilai pasar akan mengharapkan katalis positif dari rilis data cadangan devisa dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang dijadwalkan rilis minggu ini.
Dari sisi global, investor bakal mempelajari detail stimulus infrastruktur Presiden Joe Biden senilai US$2 triliun dan potensi dampaknya bagi ekonomi.
"Mendekati Ramadan, kami menyarankan investor untuk dapat mencermati saham consumer goods, seperti ICBP dan UNVR, serta sektor pakan ternak, CPIN dan JPFA," tutup Angga.
(bir)