BI Pangkas Proyeksi Laju Ekonomi RI 2021 Jadi 4,1-5,1 Persen
Bank Indonesia (BI) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional dari 4,3 persen sampai 5,3 persen menjadi 4,1 persen sampai 5,1 persen pada 2021. Revisi utamanya mempertimbangkan dampak kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan bank sentral nasional sebenarnya melihat tren pemulihan ekonomi tanah air tetap ada pada tahun ini. Bahkan, meningkat dari kuartal ke kuartal karena pelaksanaan program vaksinasi virus corona atau covid-19.
Hanya saja, vaksinasi belum bisa mengerek laju konsumsi masyarakat karena mobilitas masih dibatasi. Hal ini kemudian turut membatasi ruang pertumbuhan bagi industri karena permintaan yang masih rendah.
"Meski terjadi vaksinasi, tentu ada pembatasan mobilitas manusia, itu yang menyebabkan kenapa tingkat kenaikan konsumsi swasta tidak setinggi yang diperkirakan jadi penurunan proyeksi ini disebabkan tingkat konsumsi swasta yang tidak setinggi yang diperkirakan," ungkap Perry dalam konferensi pers virtual, Selasa (20/4).
Kendati begitu, Perry mengklaim tren pemulihan ekonomi akan tetap ada di dalam negeri. Sebab, pemerintah tetap memberikan dukungan stimulus fiskal melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan anggaran mencapai Rp699,48 triliun.
Selain itu, pertumbuhan juga mendapat kontribusi dari kinerja ekspor yang membukukan surplus dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini didukung oleh pemulihan aktivitas perdagangan dan harga komoditas di pasar internasional.
Di sisi lain, bank sentral nasional justru merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 5,1 persen menjadi 5,7 persen pada tahun ini. Faktor utama karena pemulihan ekonomi di Amerika Serikat dan China lebih cepat dari perkiraan.
Hal ini tercermin dari perbaikan Purchasing Managers' Index (PMI), keyakinan konsumen, dan penjualan ritel di beberapa negara yang terus meningkat. Begitu juga dengan peningkatan volume perdagangan dan harga komoditas.
Pemulihan ekonomi di negeri Paman Sam didukung cepatnya pelaksanaan vaksinasi covid-19 dan stimulus fiskal dari Presiden Joe Biden senilai US$1,9 triliun.
Sementara di China, pulih berkat naiknya permintaan domestik dan global.
(uli/agt)