ANALISIS

Perlukah Unit Link Dihapus dari Produk Asuransi?

CNN Indonesia
Jumat, 23 Apr 2021 07:26 WIB
Pengamat menilai produk yang berkaitan dengan investasi seperti unit link sebaiknya tak dijual lagi oleh perusahaan asuransi jiwa.
Pengamat menilai produk yang berkaitan dengan investasi seperti unit link sebaiknya tak dijual lagi oleh perusahaan asuransi jiwa. Ilustrasi. (Istockphoto/ Ipopba).

Menurut Irfan tergerusnya jumlah nasabah unit link juga menjadi sinyal bahwa industri asuransi harus kembali ke jati dirinya sebagai penyedia proteksi. Bahkan, ia berpandangan produk yang berkaitan dengan investasi seperti unit link sebaiknya tak dijual lagi oleh perusahaan asuransi jiwa.

"Carut marutnya kan seperti itu. Membeli investasi di perusahaan asuransi, lantas kemudian lewat perbankan lagi, lewat bancassurance mengaku produk perbankan padahal asuransi. Itu kan di situ mis-selling-nya. Jadi tegasnya unit link itu dihentikan saja karena menyesatkan," ujarnya.

Terlebih, industri ini akan segera menghadapi penerapan IFRS 17 yang membuat premi dari unit link tidak dapat diperhitungkan seluruhnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Internasional financial reporting systems (IFRS 17) itu akan berlaku 2025. Pada saat itu premi unit link tidak boleh diakui sebagai pendapatan asuransi. Harus ditaruh di luar neraca sebagai catatan off balance sheet," ungkap Irfan.

Kendati demikian, menghentikan produk unit link bukan perkara mudah. Terlebih, berdasarkan data OJK, unit link menjadi lini usaha yang memiliki kontribusi paling besar yaitu sekitar 50 persen atau separuh dari total penerimaan premi perusahaan asuransi.

Tak ayal, OJK lebih memilih untuk memperketat regulasi ketimbang menghentikan penjualan produk tersebut. 

Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Nonbank (IKNB) 2A OJK Ahmad Nasrullah menyatakan selama ini kebijakan investasi oleh perusahaan asuransi memang belum diatur secara khusus dan perlu pengaturan yang lebih rigid.

Rencananya kuartal II tahun ini OJK bakal menerbitkan aturan terkait batas investasi di unit link. Beleid itu nantinya akan memberi batas porsi penempatan investasi di unit link agar tidak terkonsentrasi pada satu instrumen saja. 

Misalnya, mayoritas atau bahkan seluruhnya ditaruh di saham perusahaan A atau perusahaan B saja. "Istilahnya don't put your eggs in one basket, karena menurut kami berbahaya. Jadi, nanti kalau bermasalah, yang rugi si peserta (nasabah), nah ini yang sekarang sedang kita coba atur, kita mau membatasi penempatan yang risikonya ditanggung peserta," ucapnya.

Tak cuma memitigasi risiko yang terkonsentrasi akibat penempatan investasi pada satu instrumen saja, Ahmad mengatakan batasan dari OJK juga bermaksud untuk mengurangi moral hazard.

"Karena kalau dengan ketentuan yang sekarang ini, sebenarnya perusahaan tidak salah (kalau menaruh investasi di satu instrumen saja). Tapi ini yang kami mau atur ke depan, berapa maksimalnya, kami mau spreading risk yang lebih besar," jelasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengatakan perlu ada jalan tengah agar bisnis tetap berjalan meski regulasi diperketat untuk menjaga investasi tak dilakukan sembarangan.

Oleh karena itu, ia berharap aturan terkait investasi unit link yang dikeluarkan OJK harus memiliki keseimbangan antara pengaturan tata kelola dan keleluasaan industri.

"Secara regulasi sebenarnya yang diperlukan dalam hal pengawasan di sini adalah kombinasi (industri keuangan non-bank dan pasar modal). Kemudian, komite investasi dan kepatuhan yang sudah ada di perusahaan harusnya juga diberdayakan," tandasnya.



(hrf/sfr)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER