ANALISIS

THR Saja Tidak Cukup Untuk Rangsang Daya Beli

CNN Indonesia
Jumat, 30 Apr 2021 07:12 WIB
Pengamat menilai THR saja tidak cukup untuk merangsang daya beli masyarakat. Pemerintah juga perlu menjaga stabilitas harga bahan pokok. Ilustrasi. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia --

Berbagai upaya ditempuh pemerintah untuk memompa daya beli masyarakat demi menebus pertumbuhan ekonomi negatif pada tahun lalu. Termasuk, memasang target sangat optimis, yakni ekonomi tumbuh 7 persen pada kuartal II 2021.

Presiden Jokowi menyebut bahwa periode April-Juni 2021 akan menjadi penentu capaian pertumbuhan ekonomi tahun ini yang ditargetkan 4,5-5,5 persen. Kalau target 7 persen pada kuartal II ini tak tercapai, bukan tak mungkin target meleset.

"Target secara nasional pada 2021, pertumbuhan 4,5 persen-5,5 persen itu bisa tercapai. Itu dimulai sangat tergantung sekali pada pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021. Artinya, April, Mei, Juni ini sangat-sangat menentukan," ujarnya, Kamis (29/4).

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan peluang untuk menggenjot konsumsi atawa daya beli masyarakat memang terbuka lebar pada kuartal II tahun ini.

Terlebih, para pekerja baik pegawai negeri sipil (PNS) maupun swasta memiliki tambahan penghasilan sebesar satu kali gaji berupa tunjangan hari raya (THR) keagamaan.

Masalahnya, mendorong masyarakat menggunakan sebagian besar THR untuk berbelanja bukan perkara mudah. Terlebih, pemerintah masih memberlakukan berbagai pembatasan untuk mengendalikan pandemi covid-19, seperti larangan mudik hingga pengetatan bepergian ke luar kota.

Memang, pemerintah pun telah menyiapkan subsidi ongkos kirim (ongkir) bagi masyarakat yang hendak berbelanja online. Insentif ini dipercaya merangsang masyarakat melakukan konsumsi menjelang hingga setelah Lebaran.

"Apalagi, kalau kita bicara belanja online, ini saya kira, hampir semua golongan bisa memanfaatkannya baik kelompok golongan bawah menengah dan atas," tutur Rendy kepada CNNIndonesia.com, Jumat (30/4).

Namun, menurutnya, hal itu belum cukup untuk mendorong konsumsi peningkatan konsumsi rumah tangga yang kontribusinya terhadap pembentukan PDB mencapai 57,6 persen.

Pemerintah juga perlu mempertimbangkan kembali kelanjutan program bantuan sosial tunai (BST) alias BLT yang berakhir pada April ini. Tujuannya, semata agar masyarakat menengah ke bawah dapat lebih leluasa berbelanja untuk kebutuhan Lebaran.

Sebab, survei Bank Indonesia (BI) menunjukkan indeks kepercayaan konsumen Maret 2021 rata-rata masih pesimis, kecuali untuk masyarakat dengan pengeluaran di atas Rp5 juta per bulan.

"Ini penting karena pada April ini (BST) kan tidak diperpanjang. Nah, Kalau seandainya pemerintah ingin menjaga daya beli untuk mendorong konsumsi, tentu harus ditopang juga oleh bantuan dari pemerintah dengan dalam hal ini BST," terangnya.

Hal lain yang juga tidak boleh lupa dilupakan pemerintah adalah menjaga harga kebutuhan pokok agar tidak merangkak naik, khususnya jelang Lebaran nanti. Menjaga stabilitas harga dinilai sebagai kunci agar masyarakat tetap memiliki kemampuan melakukan konsumsi.

"Jangan sampai ketika permintaan meningkat itu akan diikuti kenaikan harga. Kenaikan harga ini yang tidak boleh melampaui kemampuan pendapatan kelas menengah ke bawah. Sehingga mereka bisa melakukan konsumsi di berbagai macam barang," imbuhnya.

Terakhir, yang perlu dilakukan pemerintah adalah memastikan berbagai program perlindungan sosial yang telah dirancang tahun ini dapat tersalurkan secara tepat dan cepat, khususnya sebelum momentum Lebaran berakhir.

Sementara itu, Rendy juga menyoroti rendahnya belanja di daerah yang tercermin dari meningkatnya simpanan Pemda di bank dari Rp163,95 triliun pada Februari menjadi Rp182,33 triliun per Maret lalu.

"Ini patut disayangkan karena pemulihan ekonomi nasional harus ditopang dengan pemulihan di daerah, dan pemulihan ekonomi daerah bisa berjalan maksimal kalau Pemda melakukan belanja dengan optimal," jelasnya.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai target pertumbuhan ekonomi kuartal II yang dicanangkan pemerintah terlalu muluk.

Sebab, berbagai pembatasan yang diberlakukan untuk mengendalikan pandemi seperti larangan dipastikan bakal menyumbat produksi sektor riil. "Proyeksi kami sudah positif, tapi kalau 7 persen tidak lah, ketinggian itu," katanya.

Namun, kata Tauhid, pemerintah tetap perlu bekerja keras untuk menggenjot perekonomian di kuartal II dan III. Sebab, biasanya puncak pertumbuhan ekonomi berada pada dua kuartal tersebut, sementara di kuartal terakhir ekonomi cenderung kembali mengalami penurunan.

Ia menyarankan pemerintah memperluas kolaborasi dengan pengusaha dalan mendorong masyarakat membelanjakan uang THR-nya.

Selain dengan e-commerce lewat pemberian diskon ongkir, pemerintah juga dapat memberi insentif perpajakan kepada sektor usaha lain yang memberikan potongan harga.

Misalnya, kata dia, kepada pengusaha hotel dan restoran atau beberapa tempat pariwisata. "Saya kira kalau tidak ada mudik dan sebagainya, wisata lokal juga menarik untuk katakanlah ada sedikit kelonggaran, sifatnya terbatas di beberapa daerah, tetapi tetap jaga protokol kesehatan," pungkasnya.

(hrf/bir)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK