Ekonom menilai pemerintah memberi contoh yang tidak baik ke perusahaan swasta dari kebijakan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan potongan tunjangan kinerja alias tukin. Padahal, perusahaan swasta diminta membayar penuh THR-nya kepada pekerja atau buruh mereka.
"Kenapa pemerintah tidak memberi contoh yang baik kepada pihak swasta dalam hal pemberian THR PNS?" ujar Ekonom sekaligus mantan menteri keuangan Fuad Bawazier di diskusi Narasi Institute, Jumat (7/5).
Hal senada disampaikan Ekonom Narasi Institute Fadhil Hasan yang juga menilai kebijakan pemerintah tidak adil dan mencerminkan inkonsistensi kebijakan bagi masyarakat. Khususnya, para abdi negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"THR yang tidak dibayar penuh adalah bentuk inkonsistensi pemerintah. Padahal, pemerintah mendorong perusahaan swasta untuk membayar THR secara penuh, tetapi THR ASN tidak dibayar penuh," kata Fadhil pada kesempatan yang sama.
Padahal, menurut Fadhil, pemberian THR PNS secara penuh punya peranan bagi pertumbuhan konsumsi masyarakat. Hal ini juga akan berdampak pada target pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pada kuartal II 2021, pemerintah menargetkan ekonomi tumbuh sampai 7 persen. Tapi dengan THR PNS dipotong tukin, ia mengaku sangsi dengan target tersebut.
"Dengan THR yang tidak penuh untuk ASN dan masih ada persoalan di THR pekerja swasta, saya kira dorongan konsumsi bisa tidak optimal, sehingga apa benar pertumbuhan ekonomi 7 persen bisa tercapai?" imbuhnya mempertanyakan.
Selain berfungsi untuk mengejar target pertumbuhan, Fadhil juga mengingatkan bahwa THR PNS penuh bisa berperan pada pemerataan ekonomi. Sebab, meski larangan mudik berlaku, tapi para pegawai negara sejatinya masih bisa mentransfer THR mereka ke sanak saudara di kampung dan desa.
"Sehingga sebagian besar bisa dibelanjakan atau ditransfer ke keluarga di desa, ini instrumen pemerataan kesejahteraan kota ke desa, pusat ke daerah," tuturnya.
Fadhil turut mempertanyakan alasan pemerintah tidak memberikan THR PNS secara penuh.
Padahal, ibarat pasien covid-19, katanya, pemerintah seperti sudah menggunakan ventilator atau alat bantu pernafasan.
Hal ini berkaca pada kebijakan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) oleh Bank Indonesia (BI) untuk turut membantu daya topang APBN terhadap perekonomian.
"Ini menunjukkan kenyataan bahwa keuangan negara dalam keadaan sulit. Padahal, negara sudah diberi ventilator, yaitu BI. Ini memang kalau dicabut, maka keuangan negara akan berada di keadaan yang gawat," terang dia.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan pemberian THR kepada PNS pada tahun ini agar tukinnya tidak dipotong.