Jumlah pengunjung Pasar Tanah Abang dan Thamrin City membludak pada akhir pekan lalu. Hal ini sejalan dengan cairnya tunjangan hari raya (THR) untuk pegawai negeri sipil (PNS) dan sebagian karyawan swasta.
Momen ini seharusnya menjadi hal yang menggembirakan karena tingkat belanja masyarakat otomatis akan meningkat jelang Lebaran nanti. Jika konsumsi meningkat, ekonomi tentu akan membaik.
Namun, jika dibiarkan, maka potensi penularan covid-19 akan kembali naik. Hal ini akan merusak proses pemulihan ekonomi di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cita-cita pemerintah untuk membuat ekonomi tumbuh 7 persen pada kuartal II 2021 bisa-bisa hanya jadi impian semata. Padahal, target ekonomi 7 persen ini menjadi salah satu jalan agar ekonomi nasional bisa kembali ke level 5 persen pada 2021.
Lantas, bagaimana agar pencairan THR bisa tetap mendongkrak konsumsi dan ekonomi, tetapi kasus penularan covid-19 tetap berada dalam tren penurunan?
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan pemerintah sebenarnya berada dalam posisi dilema saat ini. Masalahnya, pemerintah sangat berharap pada pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021.
THR menjadi 'senjata' pemerintah untuk menggerakkan ekonomi kuartal II 2021. Pemerintah berharap masyarakat membelanjakan uang tersebut, sehingga terjadi banyak perputaran dana di masyarakat.
Keinginan pemerintah pun terwujud. Pasar Tanah Abang dan Thamrin City langsung ramai diserbu masyarakat pada awal Mei 2021, saat perusahaan swasta dan pemerintah mulai mencairkan THR.
Namun, situasi ini justru berpotensi menaikkan kasus penularan covid-19. Sebab, masyarakat berkerumun dan tak ada jaga jarak.
"Ini dilema. Artinya di satu sisi ini kemudian bisa dorong masyarakat untuk dorong belanja, tapi kasus yang Tanah Abang ini idealnya harus tetap menerapkan protokol kesehatan. Penerapan harus diawasi ketat," ucap Yusuf kepada CNNIndonesia.com, Selasa (4/5).
Satu-satunya jalan adalah pemerintah harus lebih tegas dalam menindak berbagai pihak yang melanggar protokol kesehatan, baik pengelola gedung dan pengunjung.
Lihat juga:Bakrie Punya Utang Rp75 Miliar ke KFC |
Ia mencontohkan pemerintah harus bekerja sama dengan semua pihak, misalnya pengelola KRL untuk mengawasi stasiun yang tujuannya ke kawasan pusat perbelanjaan seperti Tanah Abang. Jika di stasiun sudah menumpuk dan melebihi kapasitas, maka pihak pengelola KRL bisa menutup sementara keberangkatan selama beberapa jam.
"Misalnya stasiun diukur kapasitas masyarakatnya, contoh 50-100 baru boleh berangkat. Kalau sudah lebih dari 100 tidak boleh berangkat selama satu jam," terang Yusuf.
Selain itu, pemerintah juga bisa memberikan sanksi tegas, seperti menutup pusat perbelanjaan yang membiarkan pengunjung masuk melebihi kapasitas di tengah pandemi covid-19. Misalnya, ada penutupan satu atau dua hari.
Lihat juga:Sri Mulyani Janji Hati-hati Kelola Utang |
Yusuf berpendapat masyarakat akan fokus menghabiskan THR untuk berbelanja pakaian jelang Lebaran. Hal ini merupakan kebiasaan masyarakat setiap tahunnya.
Sementara, masyarakat Indonesia belum sepenuhnya nyaman berbelanja secara daring (online). Masalahnya, tak semua masyarakat memiliki kemampuan untuk menggunakan aplikasi di ponsel.
"Proporsi konsumsi transaksi online dibandingkan keseluruhan transaksi belanja masih sedikit. Ini memang wajar karena tidak semua masyarakat paham menggunakan e-commerce," jelas Yusuf.