Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menilai rencana pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) kontraproduktif alias bertentangan dengan upaya pemulihan ekonomi nasional yang dicanangkan pemerintah.
Ia khawatir kenaikan PPN akan menggerus daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah.
"Jadi, jelas tidak tepat. Itu kontraproduktif dengan pemulihan ekonomi dan program yang pemerintah sudah lakukan selama ini untuk mendorong daya beli," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (12/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, pemerintah mengeluarkan berbagai stimulus dan bantuan sosial (bansos) untuk mendongkrak daya beli masyarakat, mulai dari pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor, bebas pajak rumah, bansos dan bansos tunai, hingga kartu prakerja.
Namun, menurut Faisal, menaikkan PPN justru akan menekan konsumsi masyarakat.
"PPN itu pajak yang diberikan dalam setiap transaksi, tidak peduli orang kaya atau miskin, akan kena. Jadi, merata ke semua rakyat, dan ini yang tidak tepat menurut saya," imbuh Faisal.
Menurut dia, pemerintah tidak perlu terburu-buru menaikkan PPN. Boleh saja hal itu dilakukan demi mengurangi tekanan defisit anggaran, tetapi misalnya menunggu program pemulihan ekonomi berakhir.
Kalau pun pemerintah ingin menambal pendapatan yang bengkak akibat pandemi covid-19, ia menyarankan penerapan pajak progresif secara perorangan. Misal, menetapkan pajak penghasilan individu yang lebih besar kepada mereka yang memiliki penghasilan tinggi.
"Peluang terbesar untuk menarik pajak itu dari kalangan menengah ke atas, karena mereka pendapatannya meningkat saat sekarang. Justru itu strategi yang harus dilakukan," imbuh dia.
Ekonom UI Telisa Falianty mengaku memahami keinginan pemerintah untuk menambal defisit yang melebar akibat membiayai penanganan pandemi.
Tapi, ia menilai masih ada cara lain. Misalnya, meningkatkan pajak digital dan digitalisasi sistem perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan.
Apabila pemerintah ngoyo menaikkan PPN, ia khawatir konsekuensinya pemerintah akan dicap tidak konsisten dalam setiap kebijakannya. Setelah memberi insentif PPnBM dan PPh badan yang notabene pro masyarakat menengah atas, kini masyarakat kecil yang dipajaki lewat PPN.
Karenanya, sebaiknya pemerintah mengkaji lebih dalam mengenai wacana itu. "Ini yang kadang terlihat kurang konsisten. Komunikasi kebijakan ke publiknya perlu diperbaiki, masyarakat jadi bingung kok ini PPnBM diturunkan, tapi PPN naik?" ungkapnya.