Lepas dari seluk beluk merger dan potensi GoTo di level Asia Tenggara hingga Asia, tentu lebih konkrit jika bicara apa sebenarnya dampak merger kedua perusahaan bagi konsumen di dalam negeri?
Bhima melihat ada beberapa simulasi dampak. Pertama, usai merger, bila perusahaan jadi melakukan penawaran saham ke publik (Initial Public Offering/IPO), maka pendanaan yang mereka himpun bisa lebih besar.
Pada kondisi ini, ada dua kemungkinan, yaitu bisa saja meningkatkan promo hingga diskon tarif kepada pengguna. Sebab, semakin banyak sumber dana yang bisa 'dibakar untuk memenangkan hati pasar'.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi, karena IPO, ada pertanggungjawaban ke publik, bisa juga sebaliknya. Promo hingga diskon jadi terbatas karena perusahaan harus berorientasi kepada profit alias keuntungan karena sahamnya sudah dipegang oleh publik.
"Maka promonya sendiri itu mungkin akan berkurang karena sudah berorientasi pada profitabilitas, apalagi nanti kalau sudah mulai dibuka ke publik, IPO, tuntutan dari investor publik akan lebih banyak mendorong untuk mencari profitabilitas. Ini yang nanti jadi pertanyaan apakah konsumen akan loyal? Ini akan terlihat beberapa bulan atau tahun ke depan," ungkap Bhima.
Kedua, menurut Bhima, usai merger, ada kemungkinan kedua perusahaan akan lebih mengembangkan kelogistikan yang terintegrasi, sehingga tetap ada potensi layanan ongkos kirim alias ongkir jadi lebih murah bagi pengguna. Khususnya untuk pengiriman barang belanjaan di Tokopedia karena bisa memanfaatkan jaringan kelogistikan dari Gojek.
Ketiga, sistem pembayaran dan pinjam meminjam (peer-to-peer lending) bisa jadi semakin kuat dan gencar ditawarkan ke pengguna.
"Jadi ke depan, sangat mungkin orang beli barang di Tokopedia bisa menggunakan skema kredit dari Gopay, jadi dia tidak hanya sistem pembayaran tapi juga P2P karena sudah ada PayLater," terangnya.
Selain tiga hal itu, ada pula dampak negatif dari merger ini. Belajar dari perkembangan perusahaan digital di China yang dikuasai oleh segelintir pemain besar, hal ini bisa memicu terciptanya persaingan yang kurang sehat.
"Ini bisa mengulang kasus di China, mungkin tidak mirip, tapi hampir sama, di mana salah satu kelemahan sistem digital yang terintegrasi ke segelintir pemain, itu bisa menghambat inovasi pemain baru. Masalah lain antitrust terkait monopoli pasar digital," katanya.
Menurutnya, bila pasar digital sudah terlanjur dikuasai pemain besar, maka pemain kecil akan sulit berkembang. Sekalipun mereka berani masuk ke pasar dan punya inovasi yang bagus, belum tentu hal itu dilirik pasar karena sudah bergantung pada ekosistem yang lebih luas dari pemain-pemain besar.
"Ini membuat switching cost orang untuk pindah dari satu platform ke platform lain menjadi mahal, sulit," imbuhnya.
Sementara Huda melihat dampak jangka pendek merger Gojek dan Tokopedia sudah pasti akan menguntungkan konsumen. Sebab, mereka akan semakin mengambil hati pasar dulu.
"Konsumen akan diuntungkan dengan adanya persaingan dalam hal harga, seperti diskon, gratis ongkir, hingga cashback, yang saya rasa masih akan digunakan untuk bersaing," tutur Huda.
Tapi dalam jangka panjang, menurutnya, cara bersaing yang seperti ini justru tidak sehat. Pasalnya, hanya dirajai oleh pemain-pemain besar saja.