Sri Mulyani Sebut RI Belum Bebas dari Korupsi

CNN Indonesia
Kamis, 20 Mei 2021 19:02 WIB
Menkeu Sri Mulyani mengungkapkan Indonesia memiliki sejumlah masalah struktural yang harus diatasi, salah satunya korupsi.
Menkeu Sri Mulyani mengungkapkan Indonesia memiliki sejumlah masalah struktural yang harus diatasi, salah satunya korupsi. (CNN Indonesia/ Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Keuangan Sri Mulyani membeberkan sejumlah masalah struktural Indonesia yang hingga saat ini masih menghantui pembangunan. Salah satunya, praktik korupsi dalam birokrasi dan institusi negara.

"Indonesia masih memiliki masalah struktural yang harus diatasi, yaitu: kualitas sumber daya manusia, infrastruktur yang belum memadai, produktivitas yang rendah, serta birokrasi, institusi dan regulasi yang tidak efisien, rumit dan belum bebas dari korupsi," ujar Ani, sapaan akrabnya, dalam rapat paripurna membahas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (KEM PPKF RAPBN) 2022, Kamis (20/5).

Dalam menangani permasalahan tersebut, ia mengungkapkan beberapa upaya yang dilakukan pemerintah. Untuk meningkatkan kualitas SDM, ia menekankan agar masyarakat perlu melek teknologi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hasil kajian Kementerian Keuangan dan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ ADB) menunjukkan kemampuan adopsi teknologi dan inovasi berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,55 persen per tahun selama dua dekade ke depan.

Kajian pembangunan infrastruktur oleh G20 juga menemukan 0,5 persen dari PDB dibelanjakan untuk pembangunan infrastruktur, maka ada potensi tambahan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen per tahun dalam 4 tahun berikutnya.

"Iklim usaha yang kurang kondusif, birokrasi dan regulasi yang rumit dan belum efisien, serta high-cost economy (ekonomi berbiaya tinggi) menjadi penghambat investasi dan daya saing ekspor," terangnya pada 

Oleh karena itu, Ani menekankan perlu dilakukan reformasi birokrasi berbasis kinerja dan efisiensi, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Di kesempatan sama, dia juga menyoroti pengelolaan anggaran oleh pemda yang belum efektif, efisien, dan disiplin. Belum lagi adanya ketimpangan kinerja fiskal antar daerah.

Hal itu disayangkan mengingat terjadi lonjakan alokasi transfer daerah dan dana desa (TKDD). Dia mencatat pada 2000 lalu, TKDD hanya sebesar Rp33,1 triliun. Sedangkan di tahun ini, TKDD menjadi Rp795,5 triliun.

Dari alokasi ke pemda itu, setiap tahunnya rata-rata dana yang mengendap mencapai Rp100 triliun.

"Pada 2019 rasio pajak dan retribusi daerah terhadap PDRB hanya 2,65 persen. Sementara, APBD didominasi oleh belanja pegawai yg sangat tinggi, rata-rata 34,74 persen. Bahkan ada satu daerah yang porsi belanja pegawai di dalam APBD-nya mencapai 53,9 persen," beber Ani.

Porsi belanja modal pembangunan daerah, lanjutnya, masih rendah dengan rata-rata 20,27 persen. Bahkan, ada daerah yang belanja modalnya hanya 7,1 persen dari APBD.

Dari sisi ketimpangan, Ani menyebut cerminan dapat dilihat dari akses air bersih. Secara rata-rata nasional akses air bersih mencapai 89,27 persen, tapi ada daerah yang akses air bersihnya baru mencapai 1,06 persen.

"Perbedaan tingkat kemiskinan antar daerah juga masih tinggi, ada yang sudah mencapai 1,68 persen, tetapi masih ada pula yang mencapai hingga 43,65 persen," tutup dia.

[Gambas:Video CNN]



(wel/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER