Pengamat Nilai Satgas Percepatan Investasi Hanya Buat Ruwet
Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Investasi. Satgas bertugas untuk mengerek investasi dan kemudahan berusaha di Indonesia.
Hal ini tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi. Beleid ditetapkan pada 4 Mei 2021.
Jokowi menunjuk Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjadi Ketua Satgas.
Jokowi juga menunjuk Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi sebagai Wakil Ketua I dan Wakil Kepala Kepolisian Gatot Eddy Pramono sebagai Wakil Ketua II. Selanjutnya, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono ditunjuk menjadi Sekretaris Satgas.
Satgas Percepatan Investasi memiliki beberapa tugas, di antaranya memastikan realisasi investasi dari seluruh investor yang telah mendapatkan perizinan berusaha. Selain itu, Satgas harus menyelesaikan secara cepat permasalahan dan hambatan perizinan berusaha hingga mendorong percepatan usaha.
Mereka pun harus mempercepat realisasi kerja sama antara investor dengan UMKM, dan memberikan rekomendasi penindakan administratif terhadap pejabat I pegawai yang menghambat pelaksanaan investasi maupun yang dapat menambah biaya berinvestasi di Indonesia.
Satgas juga memiliki wewenang untuk menetapkan keputusan terkait realisasi investasi yang harus segera ditindaklanjuti kementerian/lembaga otoritas/pemerintah daerah dan melakukan koordinasi terkait realisasi investasi dengan kementerian/lembaga/otoritas/pemda. Apakah pembentukan Satgas Percepatan Investasi ini memang perlu dilakukan?
Ekonom Perbanas Institute Piter Abdullah menyatakan Satgas Percepatan Investasi tak perlu ada. Pasalnya, seluruh tugas dari Satgas sebenarnya bisa dilakukan oleh Kementerian Investasi.
Menurutnya, Satgas Percepatan Investasi justru akan membuat 'riweh' kebijakan atau realisasi investasi di dalam negeri. Ia justru mempertanyakan kepada pemerintah untuk apa membuat satgas lagi kalau sudah ada Kementerian Investasi.
"Saya kira kalau sudah ada kementeriannya, untuk apa ada Satgas lagi? Kan sudah ada peningkatan menjadi kementerian," ucap Piter kepada CNNIndonesia.com, Jumat (28/5).
Lagi pula, pemerintah baru saja menaikkan status BKPM menjadi kementerian. Hal ini membuat kewenangan Bahlil semakin luas, dari sebelumnya kepala suatu badan menjadi menteri.
"Status Pak Bahlil sekarang menjadi menteri, jadi Pak Bahlil bisa mengeluarkan regulasi, bisa mengatur, bisa berkoordinasi. Jadi ya tidak perlu ada Satgas lagi," ujar Piter.
Seharusnya, pemerintah mendorong Bahlil untuk mengeluarkan terobosan baru sebagai Menteri Investasi. Jangan sampai, hanya status saja yang berubah, tapi pekerjaan tetap sama seperti di BKPM.
"Tunggu terobosan Pak Bahlil sebagai menteri, jangan 'dibiaskan' dengan keberadaan Satgas. Ini bikin tambah 'riweh'," jelasnya.
Intinya, kata Piter, semua tugas-tugas Satgas Percepatan Investasi merupakan tugas Kementerian Investasi. Dengan demikian, pemerintah tak perlu mubazir dengan membentuk Satgas.
"Jadi sebenarnya semua itu dikerjakan kementerian seharusnya, bukan dikerjakan oleh Satgas," ucap Piter.
Sebaliknya, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet berpendapat Satgas Percepatan Investasi dibutuhkan. Sebab, Satgas punya tugas untuk memberikan rekomendasi penindakan administratif kepada pimpinan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah terhadap pejabat/pegawai yang menghambat pelaksanaan investasi maupun yang dapat menambah biaya berinvestasi di Indonesia.
Selain itu, Satgas Percepatan Investasi juga punya tugas untuk memperlancar realisasi investasi bagi pengusaha yang telah mendapatkan izin dan hambatan apa saja yang menjadi penghalang berinvestasi di Indonesia. Dengan demikian, tugas dari Kementerian Investasi akan terbantu dengan keberadaan Satgas.
"Satgas investasi ini dia sebagai jalan pembuka agar nanti Kementerian Investasi lebih smooth beraktivitasnya," ucap Yusuf.
Lalu, anggota Satgas Percepatan Investasi juga terdiri dari berbagai macam lembaga atau instansi. Dengan begitu, pembentukan Satgas juga akan membantu Kementerian Investasi dalam berkoordinasi dengan kementerian/lembaga lainnya.
"Lebih luas karena anggotanya beragam. Mereka tentu akan berkoordinasi dari beragam stakeholder dengan tujuan lebih ke investasinya ya, meningkatkan investasi," tutur Yusuf.
Hanya saja, Yusuf mengingatkan bahwa Satgas Percepatan Investasi harus bisa membuktikan bahwa kerjanya efektif. Jangan sampai tak ada terobosan atau hasil dari pembentukan Satgas tersebut.
Yusuf memprediksi efek dari Satgas Percepatan Investasi baru terasa pada 2022 mendatang. Pasalnya, butuh waktu untuk menyelesaikan masalah yang ditemukan oleh Satgas di lapangan.
"Itu paling cepat ya 2022 karena Satgas perlu melihat permasalahannya kan beragam. Misalnya, hambatan investasi butuh infrastruktur pelabuhan, pelabuhannya membangunnya butuh waktu," jelas Yusuf.
Sementara, ia belum bisa memproyeksi kenaikan investasi pada 2022 mendatang. Menurutnya, hal itu terlalu cepat karena masih harus melihat terobosan dari Satgas Percepatan Investasi.
"Tergantung rekomendasi yang Satgas berikan nanti seberapa sulit untuk bisa menindaklanjuti untuk percepatan investasinya," ujar Yusuf.
Sebagai informasi, BKPM mencatat realisasi investasi yang masuk ke Indonesia sebesar Rp219,7 triliun pada kuartal I 2021. Jumlahnya sekitar 25,66 persen dari target investasi tahun ini sebesar Rp856 triliun.
Realisasi investasi itu terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp108 triliun dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp111,7 triliun. PMDN tercatat minus 4,2 persen secara tahunan, sedangkan PMA naik 14 persen secara tahunan.