ANALISIS

Menakar Keampuhan Jurus Pangkas Komisaris Garuda ala Erick

Hendra Friana | CNN Indonesia
Jumat, 04 Jun 2021 07:23 WIB
Pengamat menilai pengurangan jumlah komisaris tidak akan berdampak signifikan pada pengurangan beban PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Pengamat menilai opsi mengurangi komisaris mencerminkan keseriusan pemerintah dalam mengatasi permasalahan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk secara internal. Ilustrasi. (PASCAL PAVANI / AFP).

Di sisi lain, lanjut Abra, strategi bisnis yang dijalankan Garuda Indonesia sejak tahun lalu juga kurang adaptif terhadap pandemi covid-19. Ia menyebut, misalnya, harga tiket maskapai pelat merah tersebut lebih mahal ketimbang kompetitornya di domestik.

"Penurunan biaya tiket rata-rata hanya sedikit sekali. Selama Januari-September 2020 rata-rata tarif (average fares) Garuda hanya turun 2,4 persen di pasar domestik, enggak mencerminkan kebijakan adaptif atau responsif terhadap kebutuhan konsumen di masa pandemi yang daya belinya masih tertekan," jelas Abra.

Imbasnya penumpang Garuda beralih menggunakan maskapai lain. Ini terlihat dari tingkat keterisian pesawat (seat load factor) Garuda yang hanya 31,8 persen selama Januari hingga Maret 2021, turun drastis dibanding periode sama tahun lalu sebesar 61,9 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara dari sisi pangsa pasar (market share) domestik, terjadi penurunan dari 43,3 persen pada 2019 menjadi 35 persen pada 2020.

"Itu artinya kan jadi kontradiktif dengan keinginan Pak Erick yang mewacanakan Garuda untuk fokus di pasar domestik," imbuhnya.

Perbaikan Internal

Berbeda dengan Abra, Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto menilai rencana pemangkasan jumlah komisaris patut diapresiasi karena menunjukkan keseriusan pemerintah tak hanya dalam menyelesaikan masalah keuangan Garuda, tapi juga memperbaiki internalnya.

Dengan memangkas jumlah dewan direksi, menurutnya, Erick sebenarnya juga tengah menegaskan bahwa pengurangan jumlah sumber daya manusia (SDM) demi efisiensi terjadi dari tingkat terbawah hingga level top management.

Lagi pula, kata Toto, perusahaan pelat merah tak memerlukan banyak komisaris hanya untuk mengawasi dan memonitor kinerja direksi. Terlebih, dalam menjalankan tugas dan fungsinya, dewan komisaris sudah dibantu oleh beberapa komite di bawahnya.

"Ada komite audit, ada komite pemantau risiko, ada komite remunerasi. Jadi kalau komite-komite ini diberdayakan dengan bagus harusnya juga komisaris bisa melaksanakan pengawasan pada kinerja direksi dengan efektif," ucapnya.

Toto justru berpandangan bahwa pemangkasan komisaris Garuda Indonesia juga dapat dilakukan di BUMN lain yang jumlah dewan komisarisnya terlalu gemuk atau hampir menyamai jumlah dewan direksinya.

"Ini momentum yang bagus juga untuk mulai memikirkan kembali kira-kira jumlah ideal dewan komisaris berapa sih yang bagus. Artinya tidak dalam konteks mengurangi jumlahnya sampai kecil sekali tetapi bagaimana dengan jumlah yang terbatas tapi kerjanya sebagai dewan komisaris bisa dijalankan dengan baik dan efektif," jelasnya.

Sebelumnyam Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkapkan utang perseroan mencapai Rp70 triliun dan bertambah Rp1 triliun setiap bulannya. Tumpukan utang tersebut disebabkan pendapatan perusahaan tidak menutupi pengeluaran operasional, alias besar pasak daripada tiang.

Sebagai salah satu upaya menekan beban operasional, perseroan menawaran program pensiun dini yang bersifat sukarela dengan cara mendaftarkan diri bagi pekerja yang bersedia mulai dari 19 Mei hingga 19 Juni 2021. Selain itu, perusahaan juga menunda pembayaran gaji direksi dan komisaris.



(sfr)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER