Pengamat: Aksi Basmi Investasi Bodong Kalah Cepat dari Pelaku
Masyarakat kembali dihebohkan dengan investasi bodong Lucky Star. Total korbannya mencapai 100 orang dengan jumlah kerugian Rp15,6 miliar.
Kejadian ini sebenarnya bukan hal baru. Kasus terkait investasi bodong selalu ada setiap tahun di Indonesia.
Polanya sama, tersangka menawarkan keuntungan tinggi kepada masyarakat. Dengan iming-iming itu, masyarakat pun akhirnya tertarik untuk menempatkan dana mereka di investasi bodong tersebut.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengaku tak heran dengan investasi bodong yang terus ada di Indonesia. Masalahnya, pemerintah kalah cepat dengan pergerakan investasi bodong itu sendiri.
"Kecepatan antara investasi bodong yang memakan korban baru dibandingkan dengan upaya pemerintah melakukan pemblokiran tidak seimbang," ujar Bhima kepada CNNIndonesia.com, Rabu (8/6).
Ia pun menyayangkan hal ini. Menurutnya, investasi bodong sebenarnya mudah dideteksi, sehingga seharusnya mudah untuk ditindak.
"Investasi ilegal ini kan relatif mudah dideteksi. Kalau iming-iming imbal hasil tidak wajar kemudian model bisnisnya mencurigakan bisa langsung diblokir dan ditindaklanjuti secara hukum," ungkap Bhima.
Menurutnya, pemerintah harus bergerak lebih cepat dalam menumpas seluruh investasi bodong di dalam negeri. Salah satu yang bisa dilakukan adalah penggunaan teknologi seperti artificial intelligence (AI).
"Penggunaan teknologi seperti AI untuk melacak investasi bodong khususnya yang penawarannya dilakukan melalui internet dan media sosial belum dioptimalkan oleh pengawas," jelas Bhima.
Bhima beranggapan pemblokiran menjadi langkah preventif yang bisa dilakukan dengan cepat untuk mencegah korban baru. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kata dia, bisa meminta bank memblokir rekening yang dijadikan sebagai sarana pengumpulan dana.
"Jangan hanya menampilkan list investasi ilegal karena investasi ilegal mudah berganti nama perusahaan atau produk," ungkap Bhima.
Selain itu, OJK juga bisa menempatkan agen untuk berpura-pura menjadi calon peserta investasi bodong. Hal itu untuk mengetahui operasional dari investasi bodong tersebut.
"Kalau ditemukan kejanggalannya langsung blokir dan cabut izin usaha," tutur Bhima.
Sementara, Ketua Satgas Waspada Investasi Bodong Tongam L Tobing mengatakan pihaknya memiliki tantangan tersendiri dalam menangani investasi bodong. Salah satunya pelaku sangat mudah membuat situs baru setelah diblokir.
"Misalnya saat ini Satgas Waspada Investasi melakukan pemblokiran, tapi dengan mudah mereka membuat yang baru atau mengubah nama," ujar Tongam.
Dari sisi masyarakatnya, masyarakat seringkali tak melihat legalitas sebelum menanamkan dana di investasi bodong. Inilah yang menjadi pekerjaan rumah bagi Satgas Waspada Investasi.
"Ini sasaran kami untuk edukasi. Edukasi ke masyarakat merupakan prioritas utama Satgas," imbuh dia.
Sejauh ini, Tongam menyebut pihaknya terus melakukan edukasi melalui webinar. Lalu, ada pula layanan pengaduan bagi masyarakat.
"Kami juga mengumumkan ke masyarakat mengenai daftar investasi ilegal agar tak diikuti," terang Tongam.
Baca juga:Jeritan Emak-emak Tolak Pajak Sembako |
Ia mengatakan Lucky Star sendiri sudah masuk daftar investasi bodong sejak September 2020. Lucky Star melakukan kegiatan perdagangan forex tanpa izin.
"Imbal hasilnya 4 persen-6 persen per bulan," ucap Tongam.
Ia pun mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk mengecek kembali sebelum melakukan investasi. Hal ini khususnya jika ditawarkan dengan keuntungan tinggi.
"Cek legalitas dan imbal hasilnya," pungkas Tongam.
(aud/age)