Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut tren restrukturisasi kredit mulai berkurang. Hingga 21 April 2021, total restrukturisasi kredit sebesar Rp775,32 triliun kepada 5,29 juta debitur.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan angka ini berkurang dibanding sebelumnya Rp900 triliun pada awal tahun lalu. Sementara, angka itu berkurang Rp32,68 triliun dari posisi Maret 2021, yakni Rp808 triliun.
"Tadinya Rp900 triliun ini sekarang sudah turun sudah di bawah Rp800 triliun atau Rp775 triliun," ujarnya dalam rapat bersama Komisi XI DPR, Senin (14/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga:7 Bank Antre Jadi Bank Digital |
Restrukturisasi tersebut diberikan kepada 3,71 juta debitur UMKM senilai Rp299 triliun. Sedangkan, mayoritas restrukturisasi kredit diberikan 1,58 juta debitur non UMKM, senilai Rp476 triliun.
Di sisi lain, restrukturisasi perusahaan pembiayaan sebanyak Rp203 triliun kepada 5,2 juta debitur. Menurut Wimboh, penurunan angka restrukturisasi kredit tersebut menandakan pemulihan sejumlah sektor perekonomian.
"Sebagian sudah menjadi normal, tapi tidak semuanya. Ada yang berat terutama sektor yang bergantung mobilitas," jelasnya.
Sektor yang masih terpuruk tersebut masuk dalam kategori sektor slow starter atau sektor yang terjatuh dalam akibat pandemi covid-19 dan belum sepenuhnya pulih. Sektor tersebut meliputi, perdagangan, konstruksi, transportasi, dan jasa-jasa.
Selain sektor slow starter, ada sektor yang belum bangkit sama sekali, misalnya sektor pariwisata.
Karenanya, ia menuturkan OJK bersama dengan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) lain, yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LBS) akan mengidentifikasi sektor tersebut.
"Makanya ada istilah potensi menjadi zombie company. Kami terus terang identifikasi sektor itu dan player-nya. Player-nya sektor itu sekarang hanya sekadar bagaimana bertahan, jangan diharapkan sektor itu bisa menyerap kredit secara besar karena memang tidak perlu (kredit)," tandasnya.