Uang Kripto Baru Kuasai 8 Persen Pasar Fintech
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai uang kripto (cryptocurrency) masih memiliki potensi pengembangan ke depan. Pasalnya, berdasarkan data dari Fintech News Singapore, pada 2020 lalu pangsa pasar uang kripto dalam financial technology (fintech) masih sebesar 8 persen.
"Peluang menjadi alternatif investasi potensial karena sejauh ini baru 8 persen pangsa pasar. Dengan maraknya penggunaan uang kripto, maka supply demand diharapkan meningkat sehingga harganya makin naik," tutur Peneliti Center of Innovation and Digital Economy Indef Nur Komaria, dalam diskusi bertajuk Plus-Minus Investasi Aset Kripto, Kamis (26/4).
Sementara, mayoritas pasar fintech dikuasai oleh fintech peminjaman (lending) sebesar 50 persen, diikuti oleh fintech pembayaran (payment) sebesar 23 persen. Peluang pengembangan pasar ini juga ditopang oleh sifat uang kripto yang mampu menyediakan transaksi secara cepat dan efisien, tanpa batasan ruang, serta memiliki lingkup global.
"Dengan diversifikasi produk investasi, aset kripto mampu menjadi alternatif investasi yang potensial," imbuhnya.
Namun, di tengah sejumlah peluang tersebut ia menuturkan masih ada sejumlah ancaman dalam pengembangan uang kripto. Ia menuturkan regulasi keamanan data dalam perdagangan uang kripto masih belum komprehensif.
"Ancamannya sendiri karena borderless keuntungannya cepat, tapi negatifnya masih belum ada pengawasan yang cepat dan regulasi keamanan ini masih belum komprehensif," ujarnya.
Selain itu, masih banyak potensi tindakan scamming dan phising atau metode penipuan melalui email atau pesan teks. Modusnya, penipu menyamar sebagai lembaga yang sah agar targetnya memberikan data sensitif. Selain itu, perdagangan uang kripto masih dibayangi fluktuasi harga.
"Fluktuasi harga yang sangat volatil jadi sangat bergantung pada supply dan demand. Jadi, risiko dari harga kripto sendiri bisa tinggi sekali harganya dan bisa rendah sekali," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto menuturkan dampak perekonomian dari perdagangan aset kripto ini masih kecil sekali bahkan belum ada. Pasalnya, uang beredar dalam pasar kripto tidak tersalurkan pada sektor rill.
Data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengungkapkan total transaksi aset kripto mencapai Rp126 triliun per Maret 2021.
"Kalau saya sendiri berpandangan sejauh ini kira-kira dampak ke perekonomian mungkin kecil atau belum ada. Kalau sekadar hanya taruh uang lalu beranak pinak tapi tidak pernah masuk ke sektor rill manfaat ekonominya apa, menurut saya masih tanda tanya besar," ujarnya.
Selain itu, ia juga memperkirakan investor bisa meninggalkan aset kripto apabila kondisi perekonomian sudah pulih akibat covid-19. Sebab, menurutnya minat investor pada aset kripto ini tidak hanya didukung oleh perkembangan teknologi tetapi juga karena ketidakpastian ekonomi akibat pandemi sehingga pasar saham berguguran.
"Kalau kemudian nanti sudah mulai membaik ekonomi global, nanti akan menjadi ujian, apakah aset kripto ini masih menjadi pilihan atau tidak karena orang bisa saja kembali untuk investasi kepada obligasi atau ke aset investasi lainnya seperti saham atau yang lain. Pada saat itu, aset kripto yang tidak bonafid mungkin akan banyak ditinggalkan orang," tuturnya.