Kalangan pengusaha menilai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro darurat berpotensi menambah daftar perusahaan yang tutup permanen alias gulung tikar. Khususnya, sektor ritel, hotel, dan restoran yang bergantung dari mobilitas masyarakat.
Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran menuturkan kemampuan finansial pengusaha hotel dan restoran untuk bertahan di tengah pandemi kian menipis. Apalagi, permintaan belum kunjung pulih tercermin dari okupansi hotel yang mandek di kisaran 30 persen.
"Dengan kondisi PPKM darurat ini bagaimana ceritanya, apakah pemerintah akan memberikan stimulus? Kalau tidak mereka bisa tutup permanen sudah, karena karena ketidakmampuan mereka untuk bertahan lagi," terang dia kepada CNNIndonesia.com, Rabu (30/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, PPKM darurat akan mengembalikan kondisi perekonomian seperti periode April-Juni 2020 lalu saat PSBB. Bedanya, pengusaha saat itu masih kuat menopang biaya operasional meskipun ada pembatasan.
"2020 pelaku usahanya masih ada nafas karena awal pandemi, bedanya pada 2021 nafas mereka sebetulnya bisa dikatakan sudah tidak ada. Pandemi sudah lebih dari satu setengah tahun, demand masih on off, kadang muncul kadang tidak karena ada kebijakan pembatasan mobilitas dan jam operasional," imbuhnya.
Senada, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel seluruh Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey menuturkan sejumlah gerai ritel berpotensi tutup akibat PPKM darurat.
"Pembatasan mengakibatkan semakin terpuruknya barang dagangan para UMKM, penjualan produk-produknya menjadi tidak laku, melambatnya produktivitas sektor manufaktur, makanan minuman, serta berpotensi penutupan gerai ritel yang tak terhindarkan," tuturnya dalam keterangan resmi.
Menurutnya, kondisi itu akan memangkas konsumsi rumah tangga sebagai kontributor terbesar pada Produk Domestik Bruto (PDB). Muaranya, perlambatan pemulihan ekonomi. Karenanya, ia berharap pemerintah mempertimbangkan kembali pembatasan operasional gerai ritel pada rencana PPKM darurat.
"Aprindo menyatakan pembatasan operasional sektor ritel modern dan mal sebagai sektor esensial yang menyediakan kebutuhan pokok dan sehari-hari, sangat tidak efektif dan tidak relevan. Apapun situasinya, masyarakat tetap memenuhi kebutuhan pokok dan sehari-hari yang tidak mungkin dihilangkan maupun ditunda," tegasnya.
Sementara, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Sarman Simanjorang menilai PPKM darurat akan memperpanjang resesi ekonomi Indonesia. "Kebijakan ini akan berpotensi semakin memperpanjang masa resesi ekonomi," ujar dia.
Lewat kebijakan itu, ia memprediksi pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta masih minus pada kuartal II 2021, usai terkontraksi 1,65 persen di kuartal I 2021.
Hal ini akan berdampak terhadap target pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal II 2021 sebesar 7 persen, mengingat kontribusi DKI Jakarta menyumbang sekitar 17,17 persen pertumbuhan ekonomi nasional.
"Jika ekonomi Jakarta masih minus di kuartal II 2021, maka agak sulit rasanya kita dapat mencapai pertumbuhan ekonomi nasional di angka 7 persen," katanya.
Kebijakan PPKM, lanjutnya, sangat berat bagi pengusaha. Pembatasan jam operasional dan jumlah pengunjung akan menurunkan omzet, laba, dan arus kas perusahan.
"Kebijakan ini akan menyasar semua sektor usaha, ini situasi dan kondisi yang teramat sulit bagi pelaku usaha," tandasnya.