Kabar penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat pekan ini bikin Nanang (24) pusing tujuh keliling. Pramusaji salah satu rumah makan di BSD, Tangerang Selatan, itu cemas membayangkan pendapatannya yang akan hilang.
Selama ini, selain gaji bulanan, Nanang mendapat penghasilan tambahan dari tip pelanggan. Uang itu ia gunakan untuk kebutuhan harian. Maklum, gaji bulanannya nyaris habis untuk membayar berbagai tagihan mulai dari cicilan motor hingga rumah kontrakan.
"Jumlahnya lumayan bisa Rp50 ribu kalau lagi ramai," tuturnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (7/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kecemasan Nanang kian memuncak lantaran rumah makan tempat bekerja bisa saja ditutup selama PPKM Darurat berlaku. Terlebih, kebijakan terbaru itu tak membolehkan restoran melayani pengunjung makan di tempat.
Tahun lalu, ketika kebijakan serupa diterapkan, Nanang dirumahkan selama 1,5 bulan dan hanya menerima setengah gaji. Ia akhirnya bekerja serabutan sebagai ojek online, pedagang sayur hingga kurir.
"Dapatnya enggak seberapa, malah kena covid-19. Akhirnya isolasi mandiri, malah enggak bisa kerja," ungkapnya.
Kendati demikian, Nanang mengaku tak dapat berbuat banyak dengan keputusan yang telah diambil pemerintah. Ia hanya bisa berhemat untuk bertahan jika tempat kerjanya kembali ditutup.
"Ya mudah-mudahan enggak lama PPKM Daruratnya. Jangan diperpanjang-perpanjanglah. Motor juga kan masih panjang cicilannya," tuturnya.
Berbeda dengan Nanang, Anto, pedagang makanan di salah satu mal di Surabaya, Jawa Timur, hanya bisa pasrah mendengar penerapan PPKM Darurat. Sebagai pedagang kecil tak banyak yang bisa ia lakukan selain menekan pengeluaran.
Kepalanya juga sudah pengar dengan berbagai kabar buruk yang datang dalam beberapa pekan terakhir, mulai dari teman dan kerabat yang terpapar covid-19 hinggga gaji istri yang tidak full dibayar karena restoran tempat kerjanya mengurangi jam operasional.
"Bertahannya kempat-kempot. Sumber penghasilan biasanya ada dua. Suami dan istri, untuk anak dua orang kuliah. Sekarang sumbernya tinggal istri. Usaha kulineran pun tidak bisa maksimal. Karena pembeli tidak selalu keluar rumah atau beli online," ujarnya.
Sebelum memulai usaha sebagai pedagang makanan, Anto adalah karyawan di sebuah hotel di Gili Trawangan, Lombok. Pada pertengahan 2020, beberapa bulan setelah pandemi covid-19 diumumkan WHO, hotel tempatnya bekerja tutup karena kehilangan pengunjung.
Anto memutuskan pulang kampung dan menggunakan sisa gajinya untuk membuka usaha. Sebelum berdagang makanan, ia juga sempat melakoni profesi reparasi sepeda tapi hanya bertahan satu bulan.
"Jual-beli sepeda bekas online, cari yang murah di medsos diperbaiki, dicat, diaksesoris, dijual lagi dengan lebih mahal. Tapi ada masanya juga, di saat bersepeda lagi booming," jelasnya.
Pria 47 tahun ini juga mengaku sempat mendaftar Kartu Prakerja agar bisa mendapatkan dana insentif pelatihan. Namun setelah dua kali mencoba dan gagal, ia berhenti berharap dari program tersebut.
"Dulu masih mengharapkan. Tapi enggak mau terus meratap kalau satu jalan enggak bisa harus bisa cari jalan lain. Karena tidak bisa dimengerti fungsinya seperti bisnis pelatihan yang dibayar boleh pemerintah," ucapnya.
Kini Anto hanya berharap pandemi dapat segera berakhir agar penghasilannya dan istrinya kembali normal. Bukan hanya agar penghasilannya dapat kembali normal melainkan juga agar kedua anaknya yang akan lulus kuliah bisa terserah oleh lapangan kerja.
"Bos, pengusaha, dan para UMKM, susah semua. Ritel-ritel tutup. Karyawannya dikemanakan? Para pekerja migran juga pulang semua. Kumpul semua enggak ada yang bisa kerja di Indonesia. Kalau begini mau jadi apa? Jualan Narkoba? Kriminal dong," tandasnya.