Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan 25,3 persen serang siber global terjadi di sektor jasa keuangan, terutama selama pandemi covid-19.
"Secara global satu dari empat serangan siber atau 25,3 persen terjadi sektor jasa keuangan," ucap Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Webinar Mid Year Economic Outlook Day, Selasa (6/7).
Wimboh mengatakan potensi serangan siber tinggi karena perubahan sistem bekerja dari kantor (work from office/WFO) menjadi bekerja dari rumah (work from home/WFH). Situasi ini mempermudah pelaku serangan siber untuk meretas data di sektor jasa keuangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini juga perlu diwaspadai bagaimana traffic informasi itu sangat hectic di cyber space dan ini berkaitan dengan besarnya risiko siber," ujar Wimboh.
Wimboh mengatakan data-data yang masuk di sektor jasa keuangan bersifat sangat rahasia (highly confidential). Jika datanya bocor, maka bisa berbahaya bagi banyak pihak.
"Informasi sektor keuangan itu highly confidential dan bisa dimanfaatkan orang-orang tidak bertanggung jawab," jelas Wimboh.
Untuk itu, ia menilai seluruh pihak harus mencermati percepatan transformasi digital, baik di global dan dalam negeri. Hal ini khususnya terkait risiko dari transformasi digital terhadap perekonomian domestik.
"Harus cermati percepatan transformasi digital, tidak hanya manfaatnya, di mana masyarakat bisa mendapatkan produk murah, cepat, dan bagus, tapi ingat ada risiko siber," pungkas Wimboh.