PT Bukalapak.com Tbk membidik dana sebesar Rp21,9 triliun dari penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia dalam beberapa pekan mendatang.
Dalam prospektus yang disampaikan perusahaan, jumlah saham yang ditawarkan mencapai 25.765.504.851 saham biasa yang seluruhnya adalah saham baru. Jumlah itu mewakili 25 persen dari modal yang ditempatkan dan disetor perseroan setelah IPO.
Sementara, saham tersebut ditawarkan kepada masyarakat dengan harga Rp750 hingga Rp850 per lembar saham. Setiap saham harus dibayar penuh pada saat mengajukan Formulir Pemesanan Pembelian Saham (FPPS).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Presiden Direktur PT Bukalapak.com Rachmat Kaimuddin optimistis antusiasme investor akan cukup tinggi baik di dalam maupun luar negeri. Nantinya, sebesar 66 persen dari dana IPO akan digunakan Bukalapak untuk modal kerja, sementara sisanya untuk entitas anak usaha.
"Tentunya kami akan bertemu dengan investor dari dalam dan luar negeri tetapi dilakukan secara virtual. Apakah ada investor asing besar? Karena booking period baru saja dimulai, jadi kita akan melihat. Insya Allah kita akan mendapatkan demand baik dari dalam maupun luar negeri," ujarnya dalam virtual conference, Jumat (9/7).
Sementara itu, berdasarkan laporan keuangan 2020, Bukalapak masih mencatat kerugian Rp1,3 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan kerugian pada 2019 yang mencapai Rp2,8 triliun dan 2018 sebesar Rp2,2 triliun.
Meski demikian, Rachmat menuturkan dari 2018 hingga 2020 Bukalapak berhasil meningkatkan nilai transaksi sebesar 3 kali lipat yaitu dari Rp28 triliun menjadi Rp85 triliun.
"Pendapatan kami pun terus bertambah 4,6 kali lipat dari Rp290 miliar menjadi Rp1,35 triliun atau tumbuh 114 persen secara rata-rata per tahun," tuturnya.
Ia juga menegaskan selama ini Bukalapak juga berusaha menepis anggapan umum yang menyatakan perusahaan harus bakar uang lebih banyak jika ingin tumbuh lebih besar. Ia mencontohkan, ketika nilai transaksi dan pendapatan Bukalapak terus tumbuh di 2020 pada saat bersamaan posisi EBITDA juga membaik dari minus Rp2,9 triliun menjadi minus Rp1,67 triliun.
"Artinya ada perbaikan lebih dari Rp1 triliun. Kami berusaha agar tren ini terus berlanjut sehingga kami dapat menjadi perusahaan yang menguntungkan dan berkelanjutan di masa depan," jelasnya.