Di sisi lain, Ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Faisal berpendapat pemerintah salah menetapkan skema subsidi gaji. Harusnya, subsidi gaji diberikan lewat industri.
Jadi, pemerintah menetapkan besaran bantuan subsidi gaji dengan industri-industri yang terdampak pandemi covid-19. Misalnya saja, pemerintah membantu 20 persen atau 50 persen pembayaran gaji yang seharusnya dibayar oleh industri.
"Ini kan tujuannya untuk mengurangi pemutusan hubungan kerja (PHK), berarti subsidi seharusnya diberikan ke perusahaan agar perusahaan tidak menanggung 100 persen gaji karyawan," ungkap Fithra.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Besaran bantuan bisa dilihat dari kondisi keuangan perusahaan. Hal ini demi meminimalisir potensi PHK massal di tengah tekanan pandemi covid-19.
"Kalau subsidi gaji diberikan ke individu, oke mereka bisa bertahan misalnya diberikan bulan ini, tapi bagaimana bulan depan apakah mereka masih bekerja, itu kan tergantung perusahaan," terang Fithra.
Intinya, pemerintah harus berupaya agar masyarakat tetap berada di lapangan pekerjaan. Jangan sampai, masyarakat kehilangan mata pencaharian.
Sementara, bantuan individu bisa diberikan lewat BLT. Dengan begitu, pekerja juga bisa mendapatkan BLT jika memang memenuhi kriteria yang ditetapkan pemerintah.
"Masyarakat mengalami kesulitan, daya beli berkurang, oke pakai BLT. Tapi harus tetap menjaga agar pekerja tetap berada di lapangan pekerjaan jangan terkena PHK, pakai subsidi gaji ke industri," ucap Fithra.
Namun, ia menyadari perspektif negatif akan timbul jika subsidi gaji diberikan langsung ke industri. Masyarakat akan memandang subsidi gaji merupakan bantuan untuk industri, bukan untuk pekerja.
"Kalau subsidi gaji diberikan ke industri, orang melihat seperti bantuan ke perusahaan. Jadi pemerintah langsung saja berikan ke pegawai. Tapi ini tidak menjamin pekerja tetap bekerja nantinya," pungkas Fithra.