Sederet Alasan Pemda Lamban Belanja Penanganan Corona

CNN Indonesia
Rabu, 28 Jul 2021 06:44 WIB
Sejumlah penda membeberkan alasan realisasi belanja penanganan covid-19 lamban. Padahal, belanja pemerintah diharapkan bisa membantu meringankan beban warga.
Pengamat menilai lambannya pencairan anggaran merupakan masalah klasik yang kerap terjadi. Ilustrasi. (REUTERS/AJENG DINAR ULFIANA).

Terkait berbagai alasan ini, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardhian Noervianto mengatakan pemerintah pusat sejatinya sudah memberikan relaksasi kebijakan agar pemda tetap bisa mempercepat realisasi belanja mereka.

Salah satunya diberikan Kementerian Kesehatan di mana pencairan dana insentif nakes bisa dilakukan segera sebelum proses input data ke sistem selesai.

"Tapi yang kami tangkap di lapangan ini banyak pembayaran insentif nakes ini mereka sibuk input data dulu ke sistem, padahal Kemenkes sebenarnya bolehkan bayar dulu baru input ke sistem. Jadi harusnya sudah tidak ada yang mengganjal karena sudah ada relaksasi kebijakan," jelas Ardhian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut, Ardhian turut menjawab soal perbedaan data realisasi belanja penanganan covid-19 pemda di pusat dengan klaim di daerah. Sebab, hal ini sempat menimbulkan protes dari Pemprov Jawa Tengah yang disebut baru merealisasikan belanja senilai Rp164,62 miliar atau 0,15 persen dari pagu, padahal pemda mengklaim realisasinya sudah 19 persen dari pagu.

"Untuk Jateng ini ternyata belum di-update data barunya, jadi hari ini mereka sudah 19 persen. Jadi kami berharap di tengah kesibukan penanganan covid ini, pemda bisa segera update data, sehingga bisa jadi kebijakan kami ke depan juga. Capaiannya agar segera di-report ke pusat," tuturnya.

Sementara untuk realisasi belanja penanganan covid-19 per 27 Juli 2021, Ardhian mencatat realisasinya sudah naik dari sekitar 29 persen menjadi 43 persen dari pagu mencapai Rp19,8 triliun. Artinya, realisasi sudah berkisar Rp8,51 triliun.

"Hari ini sudah naik jadi 43 persen. Jadi teguran Pak Menteri Dalam Negeri sudah bisa meningkatkan realisasi. Kami minta pemda juga genjot penyaluran lagi," ungkapnya.

Masalah Klasik

Sementara Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan menilai berbagai alasan pemda lamban membelanjakan dana penanganan covid-19 merupakan masalah klasik.

"Ini sudah hampir dua tahun, jadi seharusnya pemda punya pengalaman dari tahun sebelumnya untuk kelola anggaan. Ini kelemahan utamanya, tidak belajar dari pengalaman. Kerja pemda ini cukup memprihatinkan, kurang gercep (gerak cepat)," kata Misbah.

Misbah mengingatkan kondisi realokasi dan refocusing anggaran sudah terjadi sejak tahun lalu ketika pandemi covid-19 mewabah di Indonesia.Selain itu, pemerintah pusat juga sudah mentransfer dana ke daerah.

"Tapi dananya justru masih mengendap Rp190 triliun untuk seluruh daerah di Indonesia, baik provinsi, kabupaten/kota di bank. Artinya, mekanismenya masih pakai pola lama yang ke depankan serapan anggaran di akhir tahun saja," terangnya.

Untuk itu, menurutnya, perlu teguran yang lebih keras. Begitu juga dari sisi kebijakan, misalnya dengan memasang target berapa kira-kira seharusnya realisasi belanja penanganan covid-19 oleh pemda pada masing-masing kuartal atau semester.

"Mungkin perlu regulasi batas serapan pemda per semester. Ini yang perlu dievaluasi karena menjadi perhatian bahwa pemda harus genjot serapan anggaran," pungkasnya.



(uli/sfr)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER